SOLOPOS.COM - Pemilik Tirana House, Nunuk Handayani, menunjukkan salah satu batik Lasem yang dipamerkan dalam acara KesengsemLasem, Juamt (15/4/2016). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Pameran di Jogja ini menampilkan budaya Lasem

Harianjogja.com, JOGJA-Pameran tidak sekedar untuk memperkenalkan produk. Yang terpenting, mulai dari pengenalan produk tersebut kemudian bisa menggiring pada unsur bisnis.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Peningkatan bisnis terjadi ketika penikmat pameran menaruh perhatian lebih pada sebuah produk dan membeli produk tersebut. Hal ini pun diharapkan bisa terjadi dalam pameran budaya di Tirana House Jl. Suryodiningratan 55 Jogja.

Sejak Senin (11/4/2016) lalu, puluhan foto tentang kehidupan masyarakat di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, menjadi perhatian banyak pecinta budaya.

Dalam foto-foto tersebut ditampilkan akulturasi empat budaya yang melebur dalam keharmonisan masyarakat, yakni budaya Jawa, Tionghoa, Hindia, dan Arab. Perpaduannya terjadi seiring letak Kota Lasem yang berada di tepi pantai sehingga menjadi pintu masuk bagi kalangan asing.

Dalam gambar tersebut ditampilkan rumah khas Tionghoa yang masih terjaga hingga saat ini dengan pemiliknya yang setiap hari bersentuhan langsung dengan masyarakat Jawa. Meski hanya sekedar cengkerama santai namun kesatuan mereka sebagai warga pinggiran tetap terjaga.

Tak tertinggal pula bangunan khas Jawa yang berdiri di kota kecil itu. Ada pula kelenteng yang menjadi tempat persembahyangan warga Tiongkok. Dermaga bekas penjajahan Jepang yang saat ini menjadi tambak garam, pun menyisakan kisah budaya di pesisir itu.

Semua kisah Lasem terangkum dalam pameran, disajikan secara berurutan dan menawan. Di sudut ruang Tirana House, pameran ditutup dengan sajian Kopi Lelet, kopi Lasem yang penyajiannya dileletkan pada batang rokok.

“Kami punya potensi unggulan. Batik dan wisatanya,” kata pemerhati Lasem sekaligus penyaji foto dalam KesengsemLasem, Feri Latief, Jumat (15/4/2016).

Menurutnya, pameran ini sebagai jalan baginya untuk menumbuhkan kehidupan masyarakat Lasem dari segi bisnis. Pengunjung pameran yang telah menikmati keindahan budaya melalui foto, bisa langsung datang ke Lasem untuk membuktikan keindahan budaya dan alam di sana. Dengan begitu, wisata Lasem semakin terangkat dan secarang tidak langsung ikut mengangkat perekonomian warga.

Langgam batik Lasem sendiri mendapat pengaruh corak simbolik tradisi Tiongkok, karena Lasem dihuni hampir mayoritas keturunan Tionghoa. Langgam yang muncul seperti patron naga perlambang kekuataan dan keagungan, patron phoenix atau burung Hong lambang kecantikan dan aneka patron bunga-bunga perlambang keindahan dan kesejahteraan.

Semua batik yang ditampilkan diberi kode A-H sebagai penanda harga. Termurah dijual Rp150.000 dan termahal hingga Rp800.000.

“Yang H [paling mahal] dibuat oleh seorang nenek-nenek di Lasem. Belum sempat mewariskan pada anak cucu tapi sudah meninggal. Jadi karya ini eksklusif belum diperbanyak,” kata Nunuk Handayani, selaku pemilik Tirana House.

Menurutnya, pameran menjadi strategi pasar yang tepat untuk mengenalkan produk pada masyarakat. Tidak hanya produk barang tetapi juga budaya layaknya Lasem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya