Jogja
Jumat, 8 Januari 2016 - 13:55 WIB

PAMERAN LUKISAN : Seniman Menggugat Perdagangan Manusia Lewat Lukisan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lukisan yang dipamerkan di ruang pamer Rumah Budaya Tembi, Sewon, Bantul (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

Pameran lukisan di Rumah Budaya Tembi berisi gugatan terhadap perdagangan manusia

Harianjogja.com, BANTUL- Sebanyak 17 lukisan yang berkisah tentang perdagangan manusia atau human trafficking dipamerkan di ruang pamer Rumah Budaya Tembi, Sewon, Bantul. Korban perdagangan manusia itu bertebaran di DIY.

Advertisement

Perempuan bertubuh kurus yang tengah menggendong bocah berusia sekitar lima tahun dibingkai dalam lukisan 70 x 100 centimeter, di salah satu sudut ruang pamer di Rumah Budaya Tembi, Kamis (7/1/2016) siang. Lukisan itu berjudul Anakku Sayang Ibu Pulang, menggambarkan kerinduan anak pada ibunya yang bertahun-tahun tidak pulang.

Di sudut lainnya, gambar seorang perempuan dengan rambut acak-acakan dibungkam mulutnya oleh tangan orang lain. Di lukisan itu tertulis trafficking. Sejumlah lukisan itu adalah karya dari goresan tangan seniman Jupri Abdullah.

Ada 17 lukisan tergantung di ruang pamer itu. Semuanya berkisah tentang perdagangan manusia. Mulai dari perempuan yang dibungkam, kisah anak-anak yang mereka tinggalkan, kapal pengangkut para buruh yang bekerja ke luar negeri, hingga sketsa para pembuat keputusan di negeri ini atas masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pedagangan manusia.

Advertisement

“Lukisan ini adalah bentuk kesaksian dan early warning [peringatan dini] atas masalah perdagangan manusia,” kurator lukisan Kuss Indarto bercerita ihwal karya Jupri Abdullah dalam sebuah diskusi, Kamis (7/1/2016).

Seniman asal Pasuruan, Jawa Timur itu menyaksikan sendiri apa yang dialami korban human trafficking. Ia melakukan riset dan pengamatan selama tiga bulan terhadap korban-korban perdagangan manusia di Jawa Timur. Sebelum menuangkan kesaksiannya ke atas kanvas.

Wilayah ini tercatat sebagai daerah yang banyak mengirim tenaga kerja terutama perempuan ke luar negeri. Sebagian dari para TKI itu justru diperdagangkan dan mendapat kekerasan di negeri orang.

Advertisement

Jupri Abdullah mencoba memotret problem sosial melalui karya visual. “Jupri Abdullah adalah seniman yang mecoba melihat problem yang ada di lingkungan. Bahwa seni tak hanya memindahkan apa yang ada di alam tapi seni adalah sikap dan kesaksian. Banyak karya eksotik tapi belum tentu ada nilai yang dalam dan direfleksi oleh publik,” tutur kritikus seni rupa itu.

Lukisan Jupri Abdullah juga menjadi gambaran bagaimana kondisi korban perdagangan manusia di DIY. Pameran itu juga membeberkan riset Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Wacana Woman Center mengenai potret korban human trafficking di Kulonprogo.

“Pada 2015 sebanyak 150 perempuan mantan buruh migran terindikasi menjadi korban trafficking. Mereka menjadi TKI untuk biaya sekolah anak, cari modal, stres di rumah, krisis moneter, minimnya lapangan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, pengangguran, membangun rumah, dan terjerat hutang,” Direktur Mitra Wacana Woman Center Rindang Farihah memaparkan kondisi korban perdagangan manusia di Kulonprogo.

Para perempuan itu terindikasi menjadi korban perdagangan manusia sejak dari tempat penampungan TKI hingga setelah sampai di luar negeri. “Identitas mereka dipalsukan, bahkan kami temukan mereka sampai di luar negeri ternyata belum ada tempat bekerja, ada yang dipajang di mall, mendapat pelecehan seksual,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif