SOLOPOS.COM - Seorang petani di areal pertanian Beji, Kelurahan Wates, tengah merawat tanaman cabai miliknya. Rata-rata petani di wilayah Kecamatan Wates belum mahir mengatur komposisi pupuk untuk lahan pertaniannya. (JIBI/Harian Jogja/MG Noviarizal Fernandez)

Seorang petani di areal pertanian Beji, Kelurahan Wates, tengah merawat tanaman cabai miliknya. Rata-rata petani di wilayah Kecamatan Wates belum mahir mengatur komposisi pupuk untuk lahan pertaniannya. (JIBI/Harian Jogja/MG Noviarizal Fernandez)

KULONPROGO—Banyak petani di Kecamatan Wates yang belum serius menggunakan pupuk organik untuk lahan pertaniannya. Sementara itu, lahan pertanian di wilayah Kelurahan Wates paling tidak produktif dibadingkan desa-desa lainnya.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Ditemui belum lama ini, mantri tani kantor BP3D Kecamatan Wates, Jumaryanto mengungkapkan rata-rata para petani baru menggunakan 30% pupuk organik dalam tiap masa tanam. Persentase tersebut menurutnya masih tergolong rendah karena semestinya minimal 40%.

“Para petani di sini sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia. Sayangnya, penggunaan pupuk pabrik itu juga sering tidak sesuai takaran,” jelasnya.

Walau demikian, menurutnya secara perlahan para petani mulai memahami pentingnya komposisi pupuk dalam setiap kali masa tanam, melalui pendidikan sekolah lapangan yang gencar digalakkan di setiap desa dan didampingi para mantri tani. “Dari sekolah lapangan yang sudah digelar beberapa tahun ini sudah ada peningkatan hasil pertanian sekitar 2% dibandingkan tahun lalu. Memang tidak banyak tapi itu sudah cukup positif.

Menurutnya, dari total lahan seluas 1335 hektare untuk masa tanam lalu, rata-rata setiap hektare mampu memproduksi 8,64 ton gabah kering pungut atau perubinnya mampu menghasilkan 6,2 kilogram.

Menurutnya, dari hasil panen lalu, wilayah Kelurahan Wates menempati posisi paling buncit dalam hal produktifitas padi. Rata-rata untuk setiap ubin lahan hanya mampu memproduksi 4,7 kilogram. Sementara desa-desa lainnya tiap ubin bisa mencetak di atas 5,1 kilogram.

Menurut Jumaryanto, selain karena wilayah pertanian di Kelurahan Wates sudah mulai berkurang akibat pembangunan rumah dan gedung, corak masyarakat yang sudah mulai modern menyebabkan usaha pertanian hanya dijadikan pekerjaan sampingan semata. “Karena cuma pekerjaan sampingan, banyak tanah yang justru digarap orang dari luar Kelurahan Wates, seperti dari Pengasih,” lanjut dia.

Sementara itu, Eko, salah seorang anggota Kelompok Tani Ngudi Makmur, Kulwaru mengungkapkan selama ini banyak petani yang kurang paham tentang teknik perawatan tanaman termasuk dalam komposisi pupuk. “Tapi setelah mengikuti sekolah lapangan, kami perlahan bisa lebih memahami,” ujarnya.

Menurutnya saat ini para petani di wilayah Wates yang tergolong dalam daerah irigasi golongan II, tengah menanam berbagai tanaman palawija. Masa tanam padi baru mereka lakukan November mendatang. Sementara di daerah golongan I seperti Galur, Lendah dan Kalibawang sudah memasuki masa tanam padi.

Grafis produktivitas padi di Kecamatan Wates dihitung per ubin: 

Wates= 4,7 kilogram

Giripeni= 5,5 kilogram

Triharjo= 5,6 kilogram

Bendungan= 5,8 kilogram

Kulwaru= 5,1 kilogram

Sogan= 5,2 kilogram

Ngestiharjo= 5,6 kilogram

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya