SOLOPOS.COM - Tangkap layar serangkaian acara Program Sinau Sejarah Keistimewaan DIY yang digelar di SMA Negeri 1 Godean, Sleman, DIY, Senin (19/2/2024). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Perjanjian Giyanti dikenal sebagai peristiwa penting dalam sejarah berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Tak heran, materi penting soal perjanjian Giyanti jadi pembahasan utama dalam acara Program Sinau Sejarah Keistimewaan DIY yang digelar di SMA Negeri 1 Godean, Sleman, DIY, Senin (19/2/2024).

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Kegiatan tersebut merupakan program kolaborasi Paniradya Kaistimewan DIY bersama Sekber Keistimewaan DIY dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI).

Program tersebut dikonsep sebagai terobosan baru penyebaran informasi sejarah keistimewaan DIY dengan cara yang berbeda.

Melalui informasi yang disajikan secara menarik, diharapkan bisa menjadi media penyebaran informasi terkait keistimewaan DIY di luar pelajaran sejarah di sekolah. Sebab kegiatan itu menyasar generasi muda, khususnya pelajar.

Seperti biasanya, Sinau Sejarah Keistimewaan DIY diwarnai dengan pemutaran video dokumenter, dialog keistimewaan, dan penampilan bintang tamu. Ada juga penampilan grup musik maupun grup tari oleh para pelajar yang ada di sekolah itu.

Para pelajar yang terlibat dalam acara tersebut juga mendapat kesempatan mengikuti kuis sejarah. Kemudian sebagai cenderamata, diberikan buku Keistimewaan DIY untuk disimpan di perpustakaan sekolah.

Dalam sesi diskusi, Sejarawan UGM, Bahauddin, M.Hum, menyampaikan mengenai sejarah munculnya Perjanjian Giyanti.

Berawal dari kisah pemberontakan Pacina di Batavia pada 1742, yang dilakukan orang-orang Cina kepada VOC. Dimana karena terdesak, para pemberontak lari kea rah timur melalui pesisir utara Jawa.

Disebutkan pada kondisi itu awalnya Susuhunan Pakubuwono II yang masih tinggal di Kerajaan Kartasura, memihak pada pemberontak VOC atau Pacina. Namun akhirnya keberpihakan beralih pada VOC.

Dalam pelarian tersebut para pemberontak akhirnya sampai di wilayah Kartasura dan dan menyerang Keraton Kartasura hingga akhirnya bisa mendudukinya.

Susuhunan Pakubuwono 2 kemudian harus mengungsi ke Ponorogo. Diceritakan jika saat itu Pakubuwono 2 kemudian meminta bantuan kepada VOC untuk merebut kembali Keraton Kartasura.

“Atas bantuan Bupati Cokroningrat dari Madura dan tentara VOC, keraton itu berhasil diambil alih. Tapi tidak ada makan siang yang gratis,” kata Bahauddin.

Singkat cerita, setelah penyerangan itu, keraton pindah ke Solo. Hasil dari pembebasan keraton tersebut VOC meminta imbal jasa. VOC meminta agar pesisir Jawa bisa disewanya.

Namun masalah muncul mengenai nominal atau biaya sewa yang harus ditetapkan untuk VOC, sebab lahan yang dimaksud sangat luas, yakni dari Semarang sampai Jakarta yang sekarang.

“Di sinilah perdebatan muncul. Adik dari Susuhunan Pakubuwono 2, yakni Pangeran Mangkubumi, meminta 100.000 gulden. Sementara patihnya yang waktu itu ada dua patih yakni Sindurejo dan Pringgoloyo, meminta 20.000 golden. Anehnya Susuhunan Pakubuwono 2 memilih yang 20.000 golden atau yang lebih murah. Di sini Pangeran Mangkubumi merasa kakaknya lebih dekat kepada VOC dibandingkan kepada orang-orang Mataram,” jelas dia.

Bermula dari peristiwa tersebut dan peristiwa-peristiwa lain, termasuk ketika VOC turut campur dalam pembagian hadiah sayembara penyelesaian pemberontakan di Sukowati, Pangeran Mangkubumi menilai bahwa VOC harus dilawan.

“Jadi, perang Mangkubumen itu sebenarnya adalah perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap VOC,” kata dia.

Perang yang meluas menyadarkan VOC bahwa perang tersebut sangat mengganggu tujuan utamanya yakni untuk berdagang di nusantara.

Hingga akhirnya muncul perundingan yang salah satu isinya dilakukannya perjanjian yang dilakukan di tempat netral, antara Sukowati dan Surakarta, yang kemudian dipilih di Giyanti yang berada di wilayah Karanganyar.

Hal Menarik dari Peristiwa Giyanti

Ketua Sekber Keistimewaan, Widihasto Wasana Putra, menambahkan adanya dua hal yang menarik perhatian tentang peristiwa sejarah Giyanti pada 13 Februari 1755 tersebut. Pertama adalah mengenai peristiwa politiknya.

Bagaimana dinasti Mataram kemudian terbagi dua, yakni Kasunanan Surakarta dengan rajanya Sunan Pakubuwono 3, yang waktu itu masih belia.

Kemudian Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat, yang dipimpin Pangeran Mangkubumi yang satu bulan kemudian yakni 13 Maret 1755 memproklamasikan Adeging Nagari Ngayogyokarto Hadiningrat dan bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono 1.

“Itulah fase paling penting terbaginya Mataram. Baru kemudian muncul Mangkunegaran dan Pakualaman berikutnya. Tapi ternyata peristiwa politik itu juga melahirkan peradaban-peradaban baru yang menarik perhatian. Setelah perjanjian tersebut, dan terbaginya wilayah Mataram, kemudian berbuntut pada peradaban yang menguatkan masing-masing wilayah. Termasuk di antaranya pembagian pusaka. Diketahui saat ini ada jenis-jenis pusaka gaya Yogyakarta dan ada gaya Solo atau Surakarta. Begitu juga dengan blangkon,” kata Widihasto.



Widihasto menambahkan peradaban-peradaban itu muncul setelah Giyanti, sebab masing-masing kerajaan kemudian membuat simbolisasi untuk mengukuhkan karakter masing-masing.

Proses itu juga berjalan dalam jangka waktu lama, tidak mungkin sehari dua hari. Begitu juga melahirkan peradaban karya-karta sastra termasuk babad, gending, tarian, gaya pewayangan, batik, dan sebagainya.

Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Kaistimewan DIY, Ariyanti Luhur Tri Setyarini, S.H., menyampaikan sejarah tersebut masih relevan sampai hari ini dan akan menjadi dasar untuk ke depannya.

Dia mencontohkan mengenai penetapan Hari Jadi DIY yang juga mengacu pada Perjanjian Giyanti.

“Perjanjian Giyanti kemudian memberikan dasar legitimasi bagi keberadaan DIY pada hari ini. tertulis pada UU No 13/2012 tentang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam undang-undang itu dinyatakan, juga pada pasal-pasal di dalamnya, bahwa keistimewaan DIY ini berasal dari sejarah dan asal-usulnya. Jadi negara telah mengakui melalui regulasi yang namanya UU, sejarah dan asal-usul dari DIY,” kata dia.

Kegiatan Sinau Sejarah Keistimewaan DIY tersebut telah dilakukan di berbagai tempat.

Sejak Januari 2023, Sinau Sejarah Keistimewaan DIY sudah pernah diadakan di SMAN 1 Bantul, SMAN 1 Seyegan, SMAN 3 Yogya, SMAN 1 Teladan, SMAN 1 Wonosari, SMAN 7 Yogya, SMA De Britto, SMAN 11 Yogya, SMAN 4B Yogya, SMKN 2 Kasihan dan SMAN 8 Yogya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya