SOLOPOS.COM - Pasar Argosari, Wonosari (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Pasar Gunungkidul yang masih tradisional sedang dikembangkan menjadi pasar sehat

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul saat ini sedang membina dan mengembangkan pasar tradisional di Gunungkidul menjadi pasar sehat. Langkah ini bukan hanya diterapkan pada Pasar Argosari, melainkan di pasar tradisional lainnya yang dikelola oleh Pemkab.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Gunungkidul, Esti Rukmi Pratiwi akhir pekan lalu menerangkan, selain mengajak pedagang mewujudkan pasar sehat, Pemkab juga membina pedagang agar tetap sadar hak dan kewajiban.

Sebagai SKPD yang bertanggungjawab mengelola pasar, pihaknya tidak bekerja sendirian, melainkan bekerja sama dengan SKPD lain, misalnya Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan, Dinas Kesehatan.

Bahkan pembinaan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan meminta kesadaran dari pedagang. Karena pasar sehat adalah gerakan pola hidup bersih sehat yang memerlukan kerja sama semua pihak untuk mewujudkannya.

“Meskipun belum optimal, setidaknya kini setiap pedagang mengupayakan untuk memiliki tempat sampah. Selain itu mereka juga membersihkan sendiri sampah sisa berjualan, tanpa harus menunggu petugas kebersihan datang,” tuturnya.

Kepala Seksi Bina Pedagang Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Gunungkidul, Suyanto menegaskan, selain membina pedagang untuk mewujudkan pasar sehat, pihaknya juga menyosialisasikan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati yang mengatur mengenai retribusi pasar.

Retribusi yang berlaku dan menjadi kewajiban pedagang untuk dibayarkan rutin antara lain Retribusi Pengelolaan Sampah, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Parkir dan Mandi Cuci Kakus, yang kesemuanya sejak 2012 disatukan dalam hitungan pendapatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Retribusi Pasar.

Sementara itu, ditemui di sela menjaga kiosnya, Bu Min, salah satu pedagang sepatu di Pasar Argosari, menyatakan kondisi pasar memang menjadi lebih baik setelah dibangun. Namun justru mengeluhkan kebersihan menjadi salah satu hal yang belum diupayakan maksimal di dalam pasar.

Bu Min yang mengaku sudah berdagang di Pasar Argosari sejak 2006 itu, secara rutin sudah membayar retribusi kebersihan sebanyak Rp1.500 pada pagi hari dan Rp500 pada sore hari. Sedangkan untuk MCK, ia membayar ketika menggunakan fasilitas toilet yang ada di pasar.

“Jadi Rp2.000 sehari, ada petugas yang membersihkan. Kalau untuk bagian bawah pasar sudah bersih, tapi bagian atas, sawangnya banyak [sarang laba-laba],” ungkapnya.

Saat ini, sambungnya, kebersihan bagian atas langit-langit gedung pasar yang memang cukup menjadi perhatian. Meski demikian, ia juga mengaku heran justru pengunjung pasar lebih sepi dibandingkan ketika Pasar Argosari belum dibangun besar-besaran.

“Memang namanya pembeli itu kadang sepi dan kadang ramai, tapi setelah dibangun menjadi lebih sepi,” urainya.

Sementara itu, Karni, seorang penjual kain batik dan sarung di Pasar Argosari mengakui memang ada perbedaan yang mencolok ketika pasar belum dan sesudah dibangun. Bukan hanya dari segi bangunan, melainkan kebersihan pasar juga sudah lebih terjaga. Luas tempat berjualan, lanjutnya, juga lebih sempit dibanding sebelum pasar dibangun.

“Tapi juga lebih sepi, terutama dagangan di luar, kalau di sini [di bagian dalam] biasa saja, tapi kalau di luar terlihat sekali perbedaannya,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya