Jogja
Rabu, 9 Desember 2015 - 07:55 WIB

PASAR KERAJINAN JOGJA : Kejati Sidik XT Square, Ini Alasannya.

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pasar kerajinan Jogja Kejati naikan perkara dari penyimpangan ke penyelidikan.

Harianjogja.com, JOGJA-Perkara penyimpangan dana pembangunan Pusat Seni dan Kerajinan Yogyakarta (PSKY), XT Square saat ini masuk tahap penyidikan melalui surat perintah penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan pada 30 Oktober lalu.

Advertisement

Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Anshar Wahyudin menyebutkan pemeriksaan sudah dilakukan kepada 15 saksi yang terdiri dari rekanan, manajemen konstruksi, serta pengguna anggaran Dinas Bangunan Gedung dan Aset Daerah (DBGAD) Jogja.

“Kami targetkan dua minggu lagi sudah ada penetapan tersangka,” tuturnya dalam jumpa pers Hari Antikorupsi Internasional di Kejati DIY, Selasa (8/12/2015). Diperkirakannya, jumlah tersangka dalam kasus ini lebih dari satu orang.

Divisi Pengaduan Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba menilai sudah sewajarnya kejaksaan menetapkan tersangka dalam kasus ini, apalagi kasus ini pernah dilaporkan ke Kejari Jogja.

Advertisement

Dia mencatat, BPK DIY menemukan kerugian negara sebesar Rp235,8 juta dalam pembangunan XT Square pada 2008. Setahun kemudian kerugian negara menjadi Rp1,49 miliar, sedangkan pada 2010 didapati kerugian negara Rp790,59 juta sehingga total kerugian menjadi Rp2,4 miliar.

“Secara administratif ada kemungkinan kerugian lain,” tuturnya, Selasa (8/12/2015)

Pada kesempatan yang sama, Jaringan Antikorupsi (JAK) DIY melakukan orasi di halaman Kejati DIY untuk mengkritik agenda pemberantasan korupsi di DIY.

Advertisement

“Kami sebut lugas Kejati DIY tertutup, tebang pilih, dan penakut,” ujar Rijan, Koordinator Umum Aksi JAK DIY.

Ia menilai, alasan penolakan Kajati DIY terhadap rencana audiensi JAK tidak tepat dan terkesan tertutup, yakni audiensi ditunda agar tidak membuat gaduh. Tebang pilih dalam pemberantasan korupsi terlihat saat hukum hanya menyasar kroco atau pion dan bukan elit atau pelaku utama, sedangkan penilaian penakut didasarkan pada pernyataan mantan Kajati DIY di media massa yang memilih untuk menerbitkan SP3 ketimbang dipraperadilankan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif