SOLOPOS.COM - Pengunjung melihat mebel yang dipamerkan dalam Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (Jiffina) 2016 di Jogja Expo Center (JEC), Minggu (13/3/2016). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Pasar mebel domestik dianggap belum merata

Harianjogja.com, JOGJA-Penjualan produk mebel secara domestik belum merata ke semua daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan sarana transportasi yang belum mendukung pendistribusian.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Salah satu anggota Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) DPD DIY Endro Wardoyo mengatakan, saat ini permintaan produk mebel dari kalangan domestik memang mulai tumbuh.

Sayangnya, permintaan produk mebel belum merata dari semua daerah. Berdasarkan data survei yang ia miliki, permintaan mebel terbesar hanya dari enam provinsi yakni Jakarta, Surabaya, Medan, Balikpapan, Batam, dan Makassar.

Endro menyebut, salah satu faktor penghambatnya yakni sarana transportasi yang belum memadai. “Sekarang mau kirim ke Singapura sama ke Makassar saja lebih murah ke Singapura. Masih jarang kapal yang ke Makassar,” kata Endro pada Harianjogja.com, Senin (16/1/2017).

Menurutnya pemerintah harus segera ambil tindakan agar pendistribusian produk mebel dan kerajinan bisa berjalan. Sebab, pasar domestik yang mulai tumbuh di Indonesia ini harus secepatnya ditangkap meski porsi permintaannya jauh lebih kecil dibandingkan permintaan eskpor.

Pasar ekspor produk mebel di Indonesia mengalami penurunan. Jika pada 2015 Indonesia bisa menghasilkan nilai ekspor USD 1,66 miliar tetapi pada 2016 kemarin hanya sekitar USD 1,56 miliar.

Kondisi ini pun membuat para pengusaha mebel harus memperluas pasar, salah satunya kembali menitikberatkan pada pasar domestik yang selama ini kerap terabaikan.

Ia melihat, perusahaan mebel lokal belum terbiasa dengan pasar domestik karena kuantitas permintaan cenderung rendah. “Selama ini mereka bermain dieskpor yang kuantitinya lebih besar, tapi kemudian melayani pasar domestik yang penjualannya hanya satu dua,” terangnya.

Menurutnya hal tersebut memang bukan perkara gampang tetapi mau tidak mau pasar domestik juga harus digarap serius. Oleh sebab itu, kemudahan infrastruktur dan transportasi dirasa penting untuk mendukung para pengusaha ini menyalurkan produk mebelnya ke semua daerah.

“Jumlah 250 juta penduduk di Indonesia itu sangat potensial [menjadi pasar mebel] loh,” tegas pria yang menjabat sebagai Ketua Organizing Commitee Jogja International Furniture & Craft Fair Indonesia (Jiffina) 2017 ini.

Tahun ini, ia belum dapat memprediksi kondisi bisnis mebel di Indonesia karena krisis global yang belum selesai. Ia hanya dapat berharap, di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil ini, pengusaha mebel bisa semakin meningkatkan promosinya baik secara nasional maupun internasional.

Ajang pameran Jiffina di Jogja Expo Center (JEC) Maret nanti juga bisa menjadi peluang untuk memunculkan permintaan pasar. Pameran mebel di Jogja akan lebih mendekatkan buyer dengan pengrajinnya sehingga bisa menghasilkan harga jual yang relatif terjangkau. “Kalau pameran di Jakarta per meter perseginya sampai Rp1,7 juta, kalau di Jogja cukup  Rp850.000 per meter persegi,” tuturnya.

Sementara itu jika melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, komoditas kayu dan barang dari kayu mengalami kenaikan nilai ekspor terbesar pada November 2016. Peningkatannya sebesar 171,68%, dari USD 676.750 menjadi USD 1,838 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya