SOLOPOS.COM - kegiatan penambangan pasir lereng Merapi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M. Hanafi)

Harianjogja.com, SLEMAN- Aktivitas penambangan di lereng Merapi memang tidak seramai biasanya. Antrean truk tidak mengular seperti yang terjadi sekitar sebulan silam.

Selain itu di kawasan penambangan Sungai Gendol tepatnya di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo juga tidak banyak aktivitas penambangan pasir. Hanya ada dua truk dan empat orang penambang rakyat yang berada di area kedalaman 90 meter dari permukaan jalan desa itu.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Hal yang sama juga nyaris terjadi di area penambangan Sungai Gendol di Kaliadem. Meski jumlah lebih banyak ketimbang di Jambu tapi jumlah itu tak seperti hari-hari sebelumnya.

Para penambang lebih memilih di area lahan warga atau di luar sungai. Kendati demikian bukan menggunakan alat berat tetapi secara manual atau penambang rakyat. Sehingga tampak belasan truk yang memasuki area lahan warga kemudian diisi dengan pasir secara manual.

Tidak diperbolehkannya alat berat beroperasi di Gendol membuat harga pasir di area penambanga bisa tembus Rp700.000 per rit atau sekitar lima hingga delapan meter kubiknya.

Salah satu pemilik lahan yang memanfaatkan untuk ditambang manual secara mandiri adalah Giyat, 55. Warga Jambu, Kepuharjo yang tinggal di Huntap Mandiri ini menceritakan jika alat berat beroperasi di sungai harga pasir berkisar antara Rp200.000 dan Rp350.000.

Namun dengan adanya larangan, harga pasir dari area tambang berkisar antara Rp500.000 hingga Rp700.000. Kenaikan itu terjadi sejak dua pekan terakhir. Hal itu menurutnya normal, mengingat pasir susah didapat. Sementara penambang mengambilnya secara manual dengan peralatan sekop.

“Tapi tergantung kualitas pasir juga, kalau lembut nanti bisa tinggi. Ini tadi saya menjual Rp700.000 satu truk agak lumayan besar,” ujar pria yang rumahnya teredam pasir saat erupsi Merapi 2010 ini, Rabu (3/12/2014).

Giyat terus memanfaatkan area lahan tempat tinggal yang terkubur hingga kedalaman mencapai tiga meter. Lahan itu kini menjadi penghidupan sehari-hari untuk ditambang baik pasir maupun batunya.

Kendati demikian lebih banyak pasir, jika batu biasanya pembeli memesan via ponsel tetapi untuk pasir langsung datang kemudian bisa terjadi transaksi.

“Biasanya saya sehari satu rit saja cukup, atau kadang mengumpulkan beberapa hari baru saya jual, tergantung kekuatan badan,” imbuhnya.

Para pembeli pasir dari hasil tambang manual itu menurut dia tergolong imbang. Selain truk lokal ada juga truk dari luar DIY. Tetapi di tengah harga yang melambung biasanya hanya truk luar DIY tertentu saja yang datang membeli. Karena para sopir juga tak ingin merugi. “Kalau dari luar biasa mereka sudah ada yang pesan,” kata dia.

Terpisah Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan, Heri Suprapto mengatakan berdasarkan pemantauannya harga per kubik pasir mencapai Rp110.000. Padahal untuk truk ukuran kecil biasanya mampu mengisi lima meter kubik pasir, sedangkan ukuran besar mencapai delapan meter kubik.

Dengan demikian, versi dia, untuk per rit truk ukuran kecil harga bisa minimal Rp550.000 dan truk ukuran besar bisa mencapai Rp800.000.

“Per kubik itu Rp110.000 sudah di atas truk jadi tidak pakai cari tukang menaikkan. Padahal tiap truk itu isinya antara lima sampai delapan kubik. Yang jelas di atas Rp500.000 [harga pasir] sekarang,” kata dia.

Kenaikan harga itu, diakui Heri, memang karena adanya pelarangan alat berat yang beroperasi sejak Senin 17 November lalu. Pihaknya langsung mensosialisasikan kepada pengelola penambangan terkait larangan yang dikeluarkan Bupati Sleman melalui surat edaran itu.

Karena itu, ditegaskan Heri, sampai saat ini tidak ada satu pun alat berat yang beroperasi baik di dalam sungai maupun di lahan milik warga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya