SOLOPOS.COM - Anak-anak mandi di sungai (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Pekerja anak di Sleman ditemukan mencapai ratusan jumlahnya

Harianjogja.com, SLEMAN-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman terus menjaring pekerja anak setiap tahunnya. Tahun ini, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Sleman berhasil menemukan 120 anak berstatus pekerja.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Jumlah pekerja anak tahun ini menunjukkan kenaikan. Tahun 2014, Disnakersos hanya menjaring 90 anak. Mereka rata-rata bekerja di sektor nonformal.

Kepala Bidang (Kabid) Tenaga Kerja Disnakersos Sleman, Sutiasih, mengatakan masih tingginya pekerja anak menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkab Sleman. Sebagai upaya menekan angka pekerja anak, Disnakersos memberikan pendampingan psikis serta motivasi untuk sekolah.

Dari hasil pendampingan tersebut, 30 anak meneruskan ke pendidikan reguler dan 90 anak program paket A,B dan C.

Sebenarnya 50 anak pengen formal tapi mereka dulu ada yang hanya setahun sekolah. Ketika akan melanjutkan, NEM-nya tidak memenuhi karena standar sekarang sudah naik.

Saat ini Disnakersos juga tengah merancang peraturan daerah (raperda) tentang larangan pekerja terpuruk bagi anak. Hal ini untuk mendukung UU No. 13/2003 pasal 68 tentang Ketenagakerjaan, yang isinya pengusaha dilarang mempekerjakan anak serta mendukung Program Keluarga Harapan (PKH).

Perda ini nantinya akan menata anak yang bekerja di sektor yang menjerumuskan. “Masalahnya dari yang kami temukan ada satu anak yang kerja di salon. Kan membahayakan. Kerja boleh tapi aman untuk kesehatan dan hak sekolah tetap,” kata Asih.

Fungsional Pengawas Bidang Ketenagakerjaan Disnakersos Sleman, Pingki Agnes, mengatakan pada tahun lalu, anak-anak yang didampingi masing-masing menerima uang saku Rp200.000 untuk tingkat SD-SMP dan Rp250.000 untuk SMA. Selain itu juga diberikan satu unit sepeda.

Sayangnya tahun ini pemberian sepeda tidak dilakukan karena terkendala bantuan hibah pemerintah. Padahal menurutnya bantuan sepeda sangat membantu anak dalam berkegiatan.

Pingki mengatakan, 120 pekerja anak berasal dari 17 kecamatan di Sleman. “Jadi hampir merata tapi terbanyak dari Seyegan dan Prambanan,” kata dia.

Mereka berasal dari rumah tangga sangat miskin (RSTM) sehingga tuntutan ekonomi membuat mereka harus meninggalkan pendidikan untuk bekerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya