SOLOPOS.COM - Dialog Publik Politik Tembakau dan Etika Perokok, Senin (14/11/2016). ist

Aktivis dari berbagai elemen  meyayangkan regulasi justru menjadi prioritas dalam program Legislasi Nasional 2016.

Harianjogja.com, JOGJA – Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga bersma aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Perokok Bijak dan Batu Muda Institute kembali menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi salah satu produk regulasi yang diprioritaskan.  Aktivis dari berbagai elemen tersebut meyayangkan regulasi tersebut justru menjadi prioritas dalam program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 ini.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Salah satu aktivis, Abdullah M. Sadino mengungkapkan, sikap tergesah-gesa legislatif yang bersikukuh untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi UU tentu menimbulkan tanda tanya besar.

“Ada apa dan apa benar RUU tersebut telah melindungi dan pro terhdap rakyat? Serta dimana posisi RUU tersebut? Inilah pertanyaan besarnya,” paparnya dalam dialog publik tentang Politik Tembakau dan Etika Politik, Regulasi Rokok Membunuhku di Ruang Teatrikal Perputakaan UIN Sunan Kalijaga, Senin (14/11).

Mencermati beberapa ketentuan dalam RUU tersebut, menurut dia ada beberapa hal perlu diperhatikan.
Pertama pada Pasal 3 RUU Pertembakauan memuat tentang tujuan pengelolaan tembakau, di antaranya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan industr pertembakauan nasional dan melindungi kesehatan masyarakat.

Dia menilai ketentuan tersebut hanya semacam kebingungan oleh pembentuk UU. Menurutnya, di satu sisi pembuat legislasi ingin melindungi masyarakat dan meningkatkan produksi pertembakauan nasional, namun di sisi lain mereka juga mengatur perlindungan kesehatan masyarakat.

“Tentu hal ini merupakan sikap kontradiktif para legislator. Kemudian berkenaan dengan kesejahteraan masyarakat bahwa good will pemerintah harus ditunjukkan dengan melakukan pembatasan kouta impor tembakau,” tandasnya.

Pasalnya dengan kebijakan tersebut kesejahteraan masyarakat untuk melestarikan budidaya tembakau lokal dapat terjamin, yaitu ditekankan bahwa minimal 80% kebutuhan tembakau nasional menggunakan produk tembakau dalam negeri dan 20 % produk luar negeri.

“Pajak cukai Tembakau merupakan Penerimaan negara tertinggi dibandingkan dengan penerimaan pajak cukai lainnya, namun hal ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan para petani tembakau yang masih sering dihadapkan persolaan rendahnya dan fluktuatifitas harga jual tembakau di pasaran,” imbuh dia.

Abdullah menekankan, sebenarnya dalam RUU Pertembakauan sudah diatur mengenai dana bagi hasil cukai tembakau (Pasal 30). Kendati demikian jumlah yang diatur masih terasa kecil dan tidak sebanding dengan kontribusi para petani tembakau dan perokok di penerimaan negara dalam bidang pajak cukai tembakau.

Berdasarkan beberapa point di atas, maka menurut Abdullah posisi RUU Pertembakauan adalah peraturan yang mengancam dan mendiskreditkan hak-hak rakyat. Dari fakta itu dia menekankan keberpihakan RUU tersebut dirasa kurang, terlebih adanya paradoks dalam RUU serta potensi tumpang tindih dengan peraturan lainnya.

“Maka sangat layak pengesahan RUU tersebut ditangguhkan terlebih dahulu dengan juga membatasi kouta import tembakau. RUU tersebut harus diarahkan pada perlindungan hak-hak para petani tembakau dengan cara memberi kepastian harga tembakau kepada para petani,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya