Jogja
Kamis, 13 Oktober 2011 - 15:57 WIB

Pembuat arang tak takut kehilangan pembeli

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

PENGASIH—Meski masyarakat dan pemilik warung angkringan sudah banyak beralih (konversi) menggunakan tabung gas, namun prospek bisnis arang diyakini masih bagus. Pasalnya, selain jumlah pembuat arang sudah mulai berkurang, permintaan arang di masyarakat masih tinggi.

Sunaryo, misalnya, warga Dusun Karangasem, Sidomulyo, Kecamatan Pengasih sudah dua tahun ini menekuni bisnis pembuatan arang. Hasilnya, jelas Sunaryo, meski keuntungannya sedikit namun diyakini bisnis arang masih prospektif. Dia mengaku tidak takut gulung tikar, meski masyarakat saat ini sudah beralih menggunakan gas elpiji.

Advertisement

 Alasan lainnya, tambah dia, pembuat arang sekarang jumlahnya menurun drastis. Saat ini saja, di wilayahnya, hanya ada tiga orang pembuat arang yang masih bertahan. Selain menyebabkan persaingan tidak terlalu ketat, pasokan dan permintaan arang untuk mayarakat di DIY stabil.

“Tidak semua warga yang berani menggunakan tabung gas elpiji. Banyak juga yang takut. Nah, yang takut itu tetap menggunakan kayu, kompor atau arang. Jadi, kami tidak takut kehilangan pembeli,” ungkap Sunaryo saat ditemui Harian Jogja di tempat pembuatan arang, Kamis (13/10).

Hal senada juga disampaikan Sugondo, warga Gondakan, Sidomulyo. Sampai saat ini, tandasnya, para pembuat arang masih menggunakan bahan kayu seperti sonokeling dan akasia sebagai bahan bakunya. “Katanya ada yang menggunakan batok kelapa. Tapi, kami masih belum menggunakan bahan lain selain kayu,” tandas Sugondo.

Advertisement

Untung kecil

Disinggung soal bahan baku pembuatan arang, baik Sugondo maupun Sunaryo mengaku tidak mengalami kesulitan. Selama ini, tingkat kesulitan yang dihadapi hanya masalah keuntungan yang dinilai kecil.

Untuk sekarung arang dengan kualitas bagus (besar-besar), hanya dihargai Rp45.000 per karung. Sedangkan untuk sekarung arang dengan kualitas biasa (kecil-kecil), umumnya dihargai Rp35.000 per karung. “Kalau untungnya kecil, mas. Asal pengambilannya konsisten tidak masalah,” ungkap Sunaryo.

Advertisement

Padahal, kata Sugondo, untuk membuat arang dibutuhan waktu antara dua hingga tiga hari sampai kayu yang dibakar benar-benar menjadi arang. Dalam sekali panen, rata-rata mereka mampu menghasilkan tujuh sampai 10 karung. “Sayangnya, pasarannya hanya di wilayah DIY saja. Itupun kadang dua minggu hingga satu bulan sekali, pemasok datang ke sini,” pungkas dia.(HARIAN JOGJA/Abdul Hamied Razak)

 

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif