SOLOPOS.COM - Gunung Merapi (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Pemerintah daerah diminta tegas menyikapi keberadaan objek wisata di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan.

Harianjogja.com, SLEMAN-Pemerintah daerah diminta tegas menyikapi keberadaan objek wisata di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan. Sikap tegas ini salah satu dengan siap membongkar objek wisata berbentuk kastil tersebut.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Hal itu disampaikan oleh Dambung Lamuara Djaja, anggota Ikatan Ahli Perencanaan DIY usai Sosialisasi Pelayanan Sistem Informasi Tata Ruang (Sitaru) Terpadu Menuju Sleman Smart Regency di aula Kantor Bappeda Sleman.

Menurutnya, investasi serta dampak perekonomian bukan menjadi suatu alasan untuk membiarkan adanya bangunan permanen di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III itu. Terlebih lagi, payung hukum yang mengatur soal hal itu sudah cukup lengkap.

Menurutnya, pemerintah harus konsisten dalam memberikan teguran bahkan hingga ke ranah hukum, yang jika terbukti bersalah, maka bangunan itu harus dibongkar. Jika pemiliknya tetap berkeras enggan membongkar sendiri, Dambung menyatakan pemerintah harus turun tangan membongkar sendiri.

Alasan keterbatasan dana pemerintah untuk upaya pembongkaran paksa juga menurutnya tak relevan. “Jangan liat anggarannya tapi lihat kewibaan pemerintah, jangan sampai muncul yang serupa karena ini dibiarkan,” tandasnya.

Ia menguraikan pengelola obwis itu melanggar banyak aturan. Setidaknya pelanggaran regulasi antara lain Perbup Nomor 20 Tahun 2011 tentang KRB III Gunungapi Merapi, Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRW, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Perpres Nomor 70 Tahun 2014 mengenai Tata Ruang Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Keberadaan bangunan yang cukup besar ini menjadi bukti jika pemerintah daerah kecolongan. Pencegahan seharusnya bisa dilakukan sedari dini dengan koordinasi kepada kepala dukuh dan pemerintah desa. Terlebih sudah sempat ada laporan awal ketika bangunan masih dalam pondasi awal. Terkait, status kepemilikan lahan, ia menyatakan juga tidak bisa menjadikan alasan karena izin kepemilikan bukan berarti bisa membangun tanpa berkonsultasi.

Sementara itu, unsur Forum Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rahmati Husein mengatakan pemilik jelas tidak melihat kajian bencana. Pasalnya, kawasan tersebut tergolong zona merah luncuran awan panas erupsi Merapi sehingga pasti tidak aman.

“Lebih baik pemerintah setempat harus mulai menyoroti pembangunan di KRB III. Agar tidak ada lagi pelanggaran,” katanya.

Menurutnya, wisata di daerah bencana itu sebenarnya tidak masalah. Namun, Perpres 70 Tahun 2014 tegas menyatakan tidak boleh ada pembangunan bangunan baru paska erupsi. Sementara bangunan itu berdiri setelah regulasi itu ditetapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya