SOLOPOS.COM - Lambang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (Google.img)

Pemkot Jogja, pengelolaan pajak air tanah dinilai buruk

Harianjogja.com, JOGJA — Persoalan pemanfaatan air tanah di Kota Jogja tidak hanya terjadi pada perizinannya. Namun soal pajaknya juga banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Buruknya pengelolaan pajak air tanah di Kota Jogja ini mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Temuan BPK terkait pendapatan Pemerintah Kota Jogja dalam sektor air tanah ini sudah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Jogja.

“Temuan BPK merekomendasikan kepada Pemkot agar ada perbaikan tata laksana pungutan pajak air tanah,” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Jogja, Nasrul Khoiri, Rabu (25/7/2017).

Sejumlah kejanggalan yang tertulis dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terkait pajak air tanah di antaranya adalah tidak adanya pajak air tanah yang masuk dari kantor pemerintahan dan instansi TNI dan Polri. Tidak adanya nama wajib pajak (WB) dari ketiga instansi tersebut menjadi tanda tanya.

Padahal ketiga kantor instansi itu adalah bagian dari wajib pajak yang harus dipungut. Hal itu sesuai dengan Perda Kota Jogja Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Wali Kota Jogja Nomor 51 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Pajak Daerah, yang diubah dengan Perwal Nomor 25 Tahun 2016.

Yang terjadi justru beberapa sekolah dikenakan pajak air tanah. Dalam LHP BPK 2016 tersebut, tercatat ada 29 sekolah tercatat sebagai wajib pajak air tanah, yang terdiri dari sekolah negeri dan sekolah swasta. Nominal pajak mulai dari Rp3,9 juta sampai Rp193 juta. Hal itu bertentangan dengan perda, karena pajak pemanfaatan air tanah dikecualikan untuk rumah tangga, pengairan pertanian, perikanan rakyat, peribadatan, dan tempat sosial termasuk pendidikan formal.

BPK juga menilai belum ada koordinasi Pemerintah Kota Jogja dan Pemda DIY terkait perizinan baru soal badan usaha yang memanfaatkan air tanah. Karena ada beberapa badan usaha yang sudah mendapat izin pemanfaatan air tanah dari Pemda DIY, namun tidak ditetapkan sebagai wajib pajak oleh Pemerintah Kota Jogja. Totalnya ada 14 badan usaha, di antaranya adalah hotel.

Nasrul mengatakan Pansus LHP BPK yang dia ketuai sudah minta klarifikasi dari Pemerintah Kota Jogja terkait rekomendasi BPK. Pansus sendiri juga sudah merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Jogja. Di antara rekomendsinya adalah perbaikan standar operasional prosedur (SOP) pungutan pajak air tanah, memperbaharui Perwal tentang tata laksana pemungutan pajak, serta mengintensifkan koordinasi dengan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) DIY.

“Karena izin penggunaan air tanah ada di DIY, sehingga untuk update wajib pajak baru harus koordinasi dengan KP2TSP.” kata Nasrul. Disinggung soal besaran pajak air tanah untuk badan usaha terlalu murah, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sejauh ini dasar penghitungan sudah melalui survei dan nilai ekonomis.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kadri Renggono saat dimintai konfirmasi mengaku sudah menerjunkan tim pemeriksa sebagai tindaklanjut dari rekomendasi BPK. “Kita sedang tindak lanjuti, sebagian ada yang sudah selesai,” kata dia.

Kadri mengatakan Pemerintah Kota Jogja masih mendalami aturan terkait kewajiban instansi pemerintah, TNI dan Polri sebagai bagian dari wajib pajak penggunaan air tanah karena instansi pemerintah bagian dari yang dibiayai negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya