Jogja
Kamis, 28 Agustus 2014 - 21:40 WIB

Pemuda Harus Dewasa dalam Menghadapi Masalah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana Forum Dialog Pembaharuan Bangsa Indonesia (FDPBI) di Bangsal Sewokoprojo, Kamis (28/8/2014). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Generasi muda memiliki peran yang sentral dalam pembangunan bangsa ke depannya. Maka, mereka harus memiliki persatuan dan kesatuan yang kuat, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu apapun.

Hal ini disampaiakan Wakil Sekretaris DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia Gunungkidul Heri Santoso dalam Forum Dialog Pembaharuan Bangsa Indonesia (FDPBI) dalam rangka Peningkatan Rasa Solidaritas dan Ikatan Sosial bagi Masyarakat Gunungkidul di Bangsal Sewokoprojo, Kamis (28/8/2014).

Advertisement

Menurut dia, kedewasaan sikap sangat dibutuhkan untuk menghadapi suatu masalah. Faktor ini penting, karena kepemudaan dikenal memiliki semangat yang berapi-api. Namun, yang paling penting rasa persatuan dan kesatuan itu tetap terjaga, terutama menghadapi permasalahan yang berpotensi menimbulkan situasi yang tak kondusif.

“Tujuannya adalah untuk mencapai Indonesia yang maju aman dan kondusif, sehingga adanya kesamaan visi dan misi sangat penting untuk terus dikembangkan,” ungkapnya kepada wartawan.

Advertisement

“Tujuannya adalah untuk mencapai Indonesia yang maju aman dan kondusif, sehingga adanya kesamaan visi dan misi sangat penting untuk terus dikembangkan,” ungkapnya kepada wartawan.

Sementara itu, Perwira Seksi Teritorial (Pasiter) Kodim  0730 Gunungkidul Kapten Inf Agus Riyanto mengatakan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dari ancaman disintergrasi bangsa. Kondisi masyarakat yang begitu plural harus disikapi dengan tepat supaya persatuan itu tetap terjaga.

“Jangan jadikan perbedaan itu sebagai alat untuk saling membeda-bedakan satu sama lainnya. Apalagi, disintergrasi bangsa merupakan masalah yang sangat serius yang harus dihindari,” ungkapnya.

Advertisement

Namun, Agus secara rinci memetakan faktor penyebab disintergrasi bangsa menjadi 8 kelompok yakni faktor geografi, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.

“Sebagai tandingan supaya perpecahan itu tak terjadi maka nilai-nilai yang ada dalam Pancasila harus benar-benar diamalkan oleh seluruh warga,” tegasnya.

Menurut dia, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah mencakup seluruh elemen masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama. Dasar Negara itu dibuat supaya menjadi alat pemersatu bangsa.

Advertisement

“Bangsa tidak akan pernah ada tanpa adanya rasa nasionalisme. Rasa ini mengajarkan kita untuk saling menghormati meski
dihadapkan kepada suatu perbedaan yang begitu komplek, mulai dari suku ras agama maupun budaya,” seru dia.

Tak jauh berbeda juga diungkapkan Kepala Bimas Polres Gunungkidul AKP Ahmad Fauzi Mulyono tidak menampik keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia berpotensi memicu terjadinya konflik, baik secara vertical maupun  horizontal.

“Untuk mengantisipasinya, kita harus mengenal konflik itu apa? Bagaimana dimensinya, apakah konflik itu berupa konflik tersembunyi, di permukaan atau sudah merupakan konflik yang terbuka,” katanya.

Advertisement

Lebih jauh dikatakannya, konflik bisa dicegah dengan budayakan kearifan lokal, selalu berpijak kepada kepentingan persatuan dan
kesatuan. Bersikap objektif dalam melihat persoalan serta mecari jalan keluar dari persoalan yang tidak didasari dengan prasangka buruk.

“Tidak kalah penting, kita harus menghargai perbedaan dan terus berorientasi ke depan secara bersama-sama, tidak pendendam serta menghargai orang lain,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif