SOLOPOS.COM - Sarijo (kanan) dan beberapa warga Dusun Talkondo memprotes keras rencana pemasangan tanda batas di lokasi penambangan tepi Sungai Progo, Selasa (13/6/2017). (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Penambang tradisional minta UU Minerba diterapkan secara utuh.

Harianjogja.com, BANTUL— Penambang tradisional di Sungai Progo, Kecamatan Srandakan, Bantul merasa diabaikan oleh Pemerintah DIY. Saat ini konflik antara penambang modern dengan tradisional di kawasan ini tak kunjung berhenti.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Ketua Kelompok Penambang Progo (KPP), Junianto mengatakan, gesekan antar penambang tradisional dengan penambang pemegang Izin Usaha Penambangan (IUP) yang notabene penambang modern dengan alat berat sudah sering terjadi.

Pihaknya juga telah berkali-kali melakukan audiensi ke pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan konflik ini. Menurutnya hal ini tidak akan terjadi jika Pemprov DIY mau menerapkan UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) secara utuh.

Permasalahannya kata dia, pasal tentang Izin Penambangan Rakyat (IPR) yang diatur dalam UU Minerba, hingga kini tidak diakomodir oleh Pemprov.

Tidak ada regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) ataupun Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur tentang IPR dan Wilayah Penambangan Rakyat (WPR). Padahal pihak penambang rakyat berkali-kali mengajukan izin tersebut ke Gerai, namun tak dilayani.

Saat ini, konflik antara penambang modern dengan penambang tradisional serta petani terjadi lagi di Desa Poncosari, Srandakan, Bantul. Pasalnya, sejumlah penambang modern yang mengantongi IUP menumpuk batu koral sisa material penambangan di tengah sungai. Mengakibatkan aliran sungai berbelok ke timur dan menggerus bantaran dan lahan pertanian di bibir sungai. Kondisi ini berpotensi menenggelamkan 150 hektare lahan pertanian.

“Bukan PT PAS [Pasir Alam Sejahtera] saja [yang menumpuk material], hampir semua seperti itu. Numpuk material,” ungkap Junianto Kamis (19/10/2017).

Padahal menurutnya ada 11 pemegang IUP di sepanjang sungai yang mengalir di Kulonprogo dan Bantul itu. Selain mengikis sempadan sungai yang membahayakan lahan pertanian, dampak penumpukan material tersebut juga dirasakan langsung oleh penambang tradisional. Menurutnya aliran sungai yang terpusat ke timur, membuat arus sungai menjadi deras dan menyulitkan penambang tradisional bekerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya