SOLOPOS.COM - Ilustrasi longsor (JIBI/Solopos/Antara)

Pemda DIY mengapresiasi tindakan Kepala Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman yang menyita kunci alat berat.

Harianjogja.com, JOGJA- Pemda DIY mengapresiasi tindakan Kepala Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman yang menyita kunci alat berat di sebuah lahan penambangan ilegal kawasan lereng Merapi. Mendesaknya dibuat aturan, eksekutif dan legislatif bermufakat untuk segera menyelesaikan Perda pertambangan di tahun 2017.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Kepala Dinas PUP-ESDM DIY Rani Sjamsinarsi menjelaskan pihaknya mengapresiasi tindakan Kepala Desa Umbulharjo yang melakukan penindakan terhadap beroperasinya alat berat di lokasi penambangan ilegal. Menurut Rani, tanpa bermaksud lepas tangan, sejatinya penindakan terhadap kerusakan lingkungan bukan hanya tanggungjawab ESDM Provinsi, melainkan kabupaten pun berhak melakukan penindakan.

Penindakan itu bisa dilakukan ESDM maupun BLH Kabupaten menggunakan dasar hukum UU No.4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba), UU No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan khusus untuk UU No.26/2007 tentang penataan ruang pun bisa dipakai dasar sepanjang lokasi penambangan itu bukan daerah yang boleh ditambang.

“Kalau masalah tambang itu bisa menggunakan tiga itu, yang tiga aturan itu siapapun bisa mengambil [menindak dulu], saya apresiasi ibu [Kades] itu, silahkan dimasukkan [proses hukum] jika kami diajak, cek dulu ijinnya, ditindak, bukan saya melempar lho ya,” ungkapnya kepada Harian Jogja, Rabu (11/1/2017).

Terbitnya UU No.23/2014 tentang pemerintah daerah memang membuat sektor ESDM runyam. Di dalamnya memuat urusan ESDM seperti izin pertambangan diserahkan ke provinsi, hal itu membuat kabupaten/kota menyerahkan seluruh kewenangan ke Provinsi termasuk penindakan.

Menurut Rani penindakan bisa dilakukan siapapun selama melanggar ketiga perundangan tersebut. Apalagi, Dinas ESDM hanya salahsatu dari pihak yang memberikan rekomendasi izin tambang. Di luar itu masih ada Badan Lingkungan Hidup (BLH), Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) DIY khusus untuk kawasan sungai hingga Badan Koordinasi Tata Ruang. Jika salahsatu saja tidak memberikan rekomendasi, maka izin tidak bisa diberikan.

“ESDM itu hanya salahsatu dari sekian banyak rekomendasi dalam pengurusan izin,” kata dia.

Kabupaten sejatinya harus melakukan penindakan, apalagi retribusi tambang itu samasekali tidak masuk ke Provinsi melainkan tetap berada di Kabupaten. Jika lokasi penambangan ilegal di daratan, BLH Kabupaten berhak menindak, namun apabila di Sungai maka BLH Provinsi pun sejatinya dapat menindak.

“Selama ini kalau kami mengajukan penambang ilegal ke pengadilan selalu mengajak BLH, karena UU dia juga dilanggar. Siapapun bisa, tetapi kalau tidak berizin tidak merusak lingkungan itu baru BLH tidak bisa,” kata dia.

Anggota Komisi C DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyatakan, urusan memang penambangan tidak bisa diserahkan ke propinsi saja, apalagi personelnya terbatas. Oleh karena itu pihaknya mendorong segera dibahasnya Perda Pertambangan yang sudah masuk di Prolegda 2017. “Termasuk kewenangan penindakan itu akan didiskusikan [di pembahasan Perda Pertambangan], konsepnya sekarang kabupaten, kecamatan tetap diberi kewenangan. Kalau provinsi sendiri tidak mampu,” kata dia kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya