Penambangan ilegal masih berlangsung di Bantul. Warga menduga aktivitas penambangan ini melibatkan aparat
Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda
Harianjogja.com, BANTUL- Penambangan ilegal di Bantul masih sulit ditindak tegas. Warga menyebutkan aksi penambangan tanpa izin tersebut melibatkan aparat.
Pertambangan pasir yang kini masih beroperasi di Srandakan antara lain terdapat di Dusun Talkondo, Desa Poncosari yang dilintasi sungai Progo. Namun dampak lingkungan seperti jalan rusak dan berkurangnya debit air sumur juga dialami daerah-daerah di sekitarnya seperti Dusun Klurahan, Desa Trimurti, Srandakan.
Warga Dusun Klurahan, Desa Trimurti, Edi Sulis mengatakan, kegiatan tambang skala besar itu melibatkan aparat desa mulai dari proses perizinan tingkat desa hingga berperan mengkoordinir kegiatan tambang tersebut.
“Kalau enggak dikasi izin sama perangkat desa mana bisa, bahkan ada juga pamong desa di luar Srandakan yang mengkoordinir itu jelas sekali,” kata Edi Sulis tanpa mau menyebut nama atau inisial aparat.
Selain perangkat desa, aparat polisi menurutnya juga mengarahkan alat berat untuk menggali pasir, sebelum Pemkab Bantul menghentikan operasi alat berat itu. “Dulu alat berat backhoe itu jelas punya polisi, tapi sejak dihentikan sudah tidak ada lagi. Enggak tahu kalau sekarang pakai alat penyedot pasir, belum kami cek,” ujarnya.
Lantaran melibatkan aparat desa hingga polisi, praktek pertambangan itu menurutnya sulit ditindak. Kendati tidak mengantongi izin dari pemerintah DIY (hanya desa), sampai detik ini puluhan truk masih beroperasi mengangkut pasir dari sungai Progo setiap harinya.