SOLOPOS.COM - Aktivitas penambang pasir di Sungai Progo, tepatnya di kawasan Lendah, Kulonprogo. Foto diambil dari Desa Trimurti, Srandakan, Bantul, Selasa (11/8/2015) siang. (Harian Jogja-Arief Junianto)

Penambangan liar yang terus ditertibkan membuat pasokan pasir untuk kegiatan pembangunan fisi Pemerintah dikhawatirkan terdampak

Harianjogja.com, JOGJA-Pemda DIY telah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kelangkaan material bangunan seperti yang dikeluhkan para pengusaha jasa kontruksi yang bekerjasama dengan pemerintah daerah.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Energi dan Sumber Daya Mineral (DPU-ESDM) DIY, Rani Sjamsinarsi mendorong percepatan proses pemberian perpanjangan dari Balai Besar Wilayah Serayu Opak (BBWSO) khususnya yang ada di sungai, memberikan IUP opersi produksi (OP) khusus untuk lokasi tertentu yang mempunyai pasir, sirtu dan batu yang memungkinkan, seperti pemanfaatan banthak, endapan hasil erupsi Merapi.

“Mempercepat proses pemberian wilayah izin usaha pertambangan [WIUP], izin eksplorsi dan izin operasi produksi.”  kata Rani dalam pertemuan dengan sejumlah pengusaha jasa kontruksi yang bekerjasama dengan Pemda DIY di DPRD DIY, Jumat (11/9/2015).

Pemda DIY juga akan mengoptimalkan tiga perusahaan pertambangan yang memiliki ijin dan masih beroperasi di Kulonprogo. Rani juga membolehkan penambangan banthak atau batu kecil sisà penambangan pasir melalui pemberian ijin khusus, yang tidak perlu lama mengurus ijinnya.

Menurut Rani, meski saat ini pasir sedang langka namun untuk proyek pembangunan pemerintah pada tiga bulan kedepan masih aman. Stok pasir cukup berada di Kali Progo. “Tinggal bagaimana kemampuan menggali pasir di sana. Sebab masih potensial mendatangkan 1,2 juta meter kubik pasir.” katanya.

Ia mengaku sampai kemarin belum ada pengusaha jasa kontruksi yang bekerjasama dengan Pemda DIY mengembalikan kontrak proyek pembangunan.

Ketua Dewan Pertimbangan Gabungan Pengusaha Kontruksi Nasional Indonesia (Gapensi) DIY, Sukamto mengapresiasi langkah yang akan dilakukan Pemda DIY. Menurutnya, mahalnya harga material bangunan karena ada pembatasan perijinan usaha tambang, sehingga stok terbatas, “Akhirnya harga jadi mahal,” kata dia.

Pembatasan izin usaha tambang ini terkait dengan Undang-undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, yang di dalamnya mengatur izin pertambangan. Izin usaha tambang yang sebelumnya wewenang kabupaten/ kota, saat ini diambil alih oleh provinsi.

Kebala Bidang ESDM DIY, Eddy Wijaya mengatakan dari 19 pemohon izin usaha tambang, baru tiga yang mendapat izin. Selebihnya masih dalam proses di Gerai Perijinan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya