SOLOPOS.COM - Sejumlah warga mengeruk salah satu lokasi penambangan untuk dibuat parit agar kendaraan pengangkut pasir tidak bisa melintas masuk ke kawasan bantaran Sungai Progo di Desa Banaran, Galur, Jumat (18/9/2015). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S.)

Penambangan liar coba diredam warga secara mandiri.

Harianjogja.com, KULONPROGO – Aktivitas penambangan pasir di wilayah Sungai Progo kembali menuai protes puluhan warga Dusun Jalan, Dusun Jati, Dusun Dunder Desa Banaran, Galur, Jumat (18/9/2015). Pasalnya, aktifitas penambangan semakin mengancam lahan endapan pasir di tepi sungai yang selama ini dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Warga semakin geram dengan aktivitas para penambang pasir yang melakukan penambangan dengan mesin sedot. Tidak hanya membuat kesal warga lantaran semakin merusak lingkungan, tetapi juga mengacam para penambang pasir manual.

Warga pun akhirnya memutus akses jalan para penambang dengan membuat parit di dua lokasi yakni di Dusun Jati dan Dusun Jalan. Pembuatan parit sedalam kurang lebih setengah meter itu mendapat pengamanan ketat dari para aparat dari TNI dan kepolisian.

Edi Mulyono, 42, warga Dusun Jalan mengungkapkan, aktivitas penambangan pasir menggunakan mesin sedot semakin lama mengancam lahan di tepi sungai. Padahal, selama ini lahan tersebut sudah dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam mulai dari tanaman pangan seperti cabai, sayuran hingga tanaman untuk pakan ternak.

“Jika lahan ini semakin tergerus karena ditambang, maka tanggul sungai bisa terancam jebol. Belum lagi, banyaknya truk-truk pasir yang lalu lalang, juga mengancam jalan desa,” ujar Edi.

Kepala Dusun Jati, Saijo menambahkan, aksi tersebut merupakan bentuk kekesalan dan keresahan warga. Apalagi penambang pasir manual selama ini menambang dengan alat-alat yang sederhana. Saijo mengatakan, warga resah, jika kegiatan penambangan pasir dengan mesin sedot terus dibiarkan, maka akan mengakibatkan longsor dan merusak lingkungan.

Warga Jati, Ngadimin, 42, berharap, penambangan dengan mesin tersebut dapat segera dihentikan. Dia mengungkapkan, aktivitas penambangan tersebut sudah beroperasi sejak setahun yang lalu. Kegiatan penambangan sempat berhenti, namun belakangan kembali beroperasi.

“Pihak penambang dulu katanya diberi waktu 40 hari untuk mengurus izin menambang. Tapi ternyata izinnya tidak turun, malah penambangannya terus dilanjutkan. Kami [warga] ingin kegiatan ini dihentikan,” tegas Ngadimin.

Ngadimin menuturkan, sehari saja di satu tempat penambangan, mesin sedot pasir itu dapat menarik 30 rit pasir. Sedangkan, di satu area kurang lebih setidaknya ada sepuluh mesin yang digunakan. Hal itu merugikan penambang pasir manual. Pasalnya, dalam sehari satu kelompok penambang pasir manual yang terdiri lima orang hanya mampu menghasilkan dua sampai empat rit pasir.

Sementara itu, Kapolsek Galur Kompol Gito Dwi Suryanto berharap, semua penambang pasir yang melakukan kegiatan penambangan di bantaran Sungai Progo harus mengurus izin ke Pemda DIY. Pasalnya, selama ini, baik penambang pasir bermesin sedot maupun manual di wilayah tersebut belum memiliki izin menambang.

“Kami akan mempertemukan warga dengan para penambang, baik yang manual maupun yang menggunakan mesin sedot. Tujuannya untuk mencari solusi dan kami mencoba mencegah adanya konflik yang timbul antara warga,” tandas Gito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya