SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Penataan Jogja perlu dilakukan secara matang

Harianjogja.com, JOGJA — Beberapa praktisi dan akademisi menilai sistem perancangan kawasan perkotaan di DIY masih belum memadai dan tanpa perencanaan yang matang.

Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris

Pengajar di program Magister Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII), Suparwoko mengungkapkan perancangan kawasan perkotaan yang baik harus memenuhi beberapa indikator seperti adanya konservasi kawasan cagar budaya, ketersediaan ruang terbuka hijau yang mencukupi, batas perkotaan yang jelas, penentuan wilayah mana yang akan dikembangkan jadi wilayah modern serta mana yang tidak, dan adanya gapura yang mencirikan budaya setempat.

Ciri ciri tersebut, imbuhnya, belum banyak ditemukan pada rancangan kawasan perkotaan DIY. Menurutnya, pembangunan perkotaan di DIY selama ini sangat sporadis dan tanpa perencanaan yang matang. Hal ini terlihat dari area pertumbuhan gedung-gedung tinggi yang tidak beraturan, banyaknya papan reklame di sana sini, batas perkotaan yang tidak jelas, dan ketiadaan gapura yang cukup representatif.

“Kalau misalkan kita datang dari arah Magelang. Hendak masuk Jogja, yang pertama kita lihat adalah jalan layang Jombor, papan iklan, restoran cepat saji. Bukan gapura. Gapura ini bertujuan untuk membuat orang bisa membayangkan seperti apa kota yang dimasuki. Batas perkotaan juga tidak jelas. Batas perkotaan artinya bukan hanya Kota Jogja, tapi juga menyentuh Bantul, Sleman, dan juga di Gunungkidul bagian barat,” katanya di sela Workshop Pengantar Rancang Jogja Istimewa, di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jogja, Rabu (16/8/2017).

Keistimewaan DIY

Ia menyampaikan pihaknya saat ini telah menyiapkan rancang perkotaan Jogja yang sudah sesuai dengan indikator yang ada sekaligus bisa mencerminkan keistimewaan DIY. Dalam rangcangan tersebut, imbuhnya, terdapat rencana untuk menjadikan Masjid Patok Negoro yang memiliki nilai sejarah tinggi sebagai batas wilayah perkotaan dan menata selokan Mataram sebagai kanal kota.

Namun, untuk implementasinya ia belum bisa mengatakan bisa dilakukan kapan. Menurutnya, saat ini hal yang paling penting untuk dilakukan adalah pembentukkan lembaga khusus pengawal pembangunan agar implementasinya bisa tertata dan terkelola dengan baik.

Ia mengatakan, lembaga atau tim khusus pengawal pembangunan tersebut nantinya berfungsi sebagai payung penerapan kebijakan Pemda DIY dan pemerintah kabupaten atau kota. Karena, sambungnya, tiap pemangku kebijakan di wilayah pastinya memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang tata ruang wilayah setempat. Peran lembaga pengawal inilah yang diharapkan bisa mengontrol implementasi kebijakan pembangunan daerah.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) DIY, Ahmad Saifudin menambahkan, kota-kota Indonesia sebenarnya sudah dibangun dengan konsep yang sangat bagus oleh Pemerintah Hindia Belanda, termasuk juga Jogja.

“Jogja  memiliki sejarah tata kota yang bagus seperti juga Batavia yang dibangun oleh Pemerintah Belanda. Tapi, entah kenapa konsep ini tidak dilanjutkan saat merdeka. Dengan pembangunan yang semakin tak terkendali ini, perlu ada lembaga yang mengontrol pembangunan. Dan sesuai amanat UU, arsitek memiliki kewenangan dalam mengawasi dan merekomendasikan desain bangunan di wilayah,” katanya.

Sementara itu, Peneliti dari Jaringan Penelitian (Jarlit) Kota Jogja, Erna Februaria menyampaikan, hasil workshop tersebut akan ditindaklanjuti dengan forum resmi bersama kepala daerah di Kartamantul (Jogja, Sleman, Bantul). Workshop bakal terus bergulir setiap bulan ganjil guna mengawal pembangunan wilayah perkotaan di DIY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya