SOLOPOS.COM - Pagar di tepi Jalan Malioboro menutup akses pejalan kaki di depan Gedung Agung membuat pengunjung harus bergantian saat ingin melintas. Foto diambil Sabtu (16/1/2016). (Gilang Jiwana/JIBI/Harian Jogja)

Penataan kawasan Malioboro dianggap amburadul,

Harianjogja.com, JOGJA- Anggota Komisi C DPRD DIY, Anton Prabu Semendawai menilai perencanaan penataan Malioboro kurang baik.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

(Baca juga : PENATAAN KAWASAN MALIOBORO : Sabar, Penataan Malioboro Masih Diamati, Tunggu Hasilnya)

Titik Nol Kilometer misalnya, menurut dia daripada sekadar diganti pelapisnya, akan lebih menarik bila dikembalikan seperti aslinya di zaman dulu dengan air mancur sebagai tetenger.

Selain itu sebagai magnet wisata Jogja, menurutnya akan lebih baik bila Malioboro bisa menjadi etalase kebudayaan Jogja. Konsep kawasan pejalan kaki secara berkala menjadi solusi yang efektif agar wisatawan bisa menikmati budaya Jogja yang tersaji di sepanjang Malioboro.

“Sayangnya sekarang konsepnya agak tidak jelas. Harus tahu Malioboro mau dibuat apa dulu, kalau misalnya mau oleh-oleh dan belanja ya dijadikan sentra batik dan makanan khas,” ujar dia, Minggu (18/1/2016).

Meski begitu, Anton mengatakan tak perlu mengubah konsep dari awal. Dia menilai penataan yang sudah ada saat ini masih sangat berpeluang untuk diperbaiki arahnya dengan menetapkan lagi konsep yang diinginkan.

“Pengelolaannya kan ada di Pemda DIY dan Pemkot Jogja. Harus ada koordinasi antara keduanya agar tidak malah tumpang tindih dan menyia-nyiakan anggaran,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya