SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja terlihat sedang memerbaiki gazebo yang ada di kawasan sempadan Pantai Drini, Senin (13/4/2016). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Penataan Gunungkidul dilakukan, tetapi warga pesisir masih enggan menaati.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL — Pemerintah Kabupaten Gunungkidul akhirnya melayangkan surat peringatan kepada warga pesisir yang sampai sekarang enggan membongkar bangunan di dekat bibir pantai. Pemerintah berharap, relokasi warga selesai sebelum terbit surat peringatan ketiga hingga pembongkaran paksa.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Baca Juga : PENATAAN PANTAI SELATAN : Bangunan Pemerintah di Pantai Glagah Ikut Digusur

Asisten Sekda Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Gunungkidul Tommy Harahap mengatakan, terhitung mulai Kamis (12/1/2017), pemerintah melayangkan surat peringatan ke warga di empat pantai. Yaitu Pantai Sadranan, Slili, Sepanjang dan Drini. Surat tersebut ditujukan kepada warga yang memiliki bangunan berjarak kurang dari 100 meter dari bibir pantai. Terdapat ratusan bangunan di empat pantai yang menjadi target penggusuran.

“Hari ini kami keluarkan suratnya [surat peringatan],” kata Tommy Harahap, Kamis.

Surat peringatan itu dikeluarkan setelah warga di empat pantai mengabaikan instruksi Pemkab Gunungkidul membongkar bangunan di pinggir pantai. Pemerintah menyatakan, ratusan bangunan itu melanggar aturan mengenai sempadan pantai yang mengatur jarak minimal 100 meter dari bibir pantai.

Pemerintah sebelumnya menenggat waaktu maksimal 7 Januari bagi warga untuk memongkar sendiri bangunan mereka. Namun hingga batas waktu yang ditetapkan, warga di empat pantai tak juga membongkar bangunan yang menjadi target penggusuran karena berbagai alasan. “Sesuai prosedur, kami harus keluarkan surat peringatan. Berdasarkan hasil evaluasi dan pantauan di lapangan hingga 7 Januari,” papar dia.

Menurut Tommy, warga di empat pantai tersebut menolak membongkar bangunannya karena beragam alasan. Antara lain belum pastinya area relokasi serta faktor ketidakadilan.

“Seperti di Slili, warga menolak pindah karena mereka maunya pemerintah adil. Ada bangunan permanen yang juga harus digusur tidak hanya bangunan warga. Di Drini, warga terganjal persoalan relokasi. Kami minta yang direlokasi warga yang memang hanya punya satu tempat usaha. Kalau yang sudah punya warung tidak perlu disediakan tempat relokasi,” tutur dia.

Pemerintah akan menyelesaikan satu persatu persoalan warga tergantung jenis masalah. Pekan depan, pemerintah menjadwalkan kunjungan ke lokasi untuk membahas solusi masalah bersama warga. Tommy berharap, kebijakan penertiban itu selesai sebelum terbit surat kedua dan ketiga. “Harapan saya, dengan adanya fasilitasi dari pemerintah ke lapangan persoalan ini selesai. Tidak sampai terbit surat kedua,” lanjutnya.

Sesuai aturan, apabila hingga surat peringatan ketiga warga mengabaikan instruksi pembongkaran bangunan, maka pemerintah dapat mengerahkan aparat keamanan membongkar paksa bangunan tersebut.

Ketua Komisi C DPRD Gunungkidul Purwanto mengingatkan Pemkab Gunungkidul menempuh cara-cara manusiawi dalam penertiban pantai selatan. Salah satunya dengan menyediakan area relokasi meski hanya sebatas lahan atau kios kosong.

“Saya sepakat warga melanggar aturan, tapi bukan berarti pemerintah grusa grusu menggusur begitu saja. Salahnya pemerintah kenapa tidak dari awal diingatkan jangan mendirikan baangunan. Warga itukan di sana juga mencari nafkah. Pemerintah tidak bisa menyediakan pekerjaan,” tegas Purwanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya