SOLOPOS.COM - Para pedagang Pasar Kembang menunjukan kartu bukti pedagang dan buku ketetapan pembayaran retribusi yang dikeluarkan Pemerintah Kota Jogja, saat mengadu ke LBH Jogja, Senin (4/7/2017). (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Pedagang Pasar Kembang bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja

Harianjogja.com, JOGJA–Pedagang Pasar Kembang bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja melaporkan dugaan adanya tindakan maladministrasi pada kasus penggusuran pedagang ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, Selasa (11/7/2017).

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Kuasa Hukum pedagang Pasar Kembang yang juga Kepala Departemen Advokasi LBH Jogja, Yogi Zul Fadhli menyatakan ada tiga dugaan praktek maladministrasi pada penggusuran pedagang Pasar Kembang oleh PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasional (Daops) 6 Jogja, 5 Juli lalu.

Yang pertama, kata Yogi Zul Fadhli adalah masalah kewenangan. Menurutnya dalam surat peringatan yang dilayangkan PT KAI Daops 6 Jogja kepada para pedagang, dicantumkan dasar hukum berupa Peraturan Daerah DIY Nomor 5 tahun 2004 tentang tentang penataan pedagang di trotoar jalan.

“Di situ jelas disebutkan fungsi pengawasan dan pengendalian pedagang di trotoar jalan berada dalam wilayah pemda, entah provinsi maupun kota. PT KAI tidak punya kewenangan karena mereka bukan penyelenggara negara, hanya sebatas penyelenggara usaha yang tidak memiliki kewenangan mengurusi hal-hal yang berurusan dengan publik,” jelasnya di kantor ORI Perwakilan DIY.

Yogi Zul Fadhli melanjutkan, dugaan maladminitrasi kedua yang ditemukan LBH Jogja adalah pemberian surat kekancingan (surat hak pakai tanah sultan) dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia mengatakan pemberian suRat kekancingan ini selalu dijadikan alasan utama oleh PT KAI Daops 6 Jogja untuk melakukan penggusuran.

Alasan tersebut menurutnya salah kaprah karena sejak keluar Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 Tentang Pemberlakuan Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 di Provinsi DIY, keberadaan semua tanah sultan (sultan ground) sudah dihapus.

“Dalam surat-surat KAI juga ada ketidakkonsistenan. Selain mengutip surat kekancingan sebagai legalitas, mereka juga menguti surat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tentang pengelolaan dan penaatan aset BUMN milik negara. Jadi yang benar mana, tanah itu punya keraton atau punya negara. Ini hal yang tidak singkron antara dasar hukum satu dengan dasar hukum yang lain. Ini tanda tanya besar juga” ujar Yogi Zul Fadhli kepada para wartawan.

Sedangkan dugaan maladministrasi yang terakhir, imbuhnya, adalah ketiadaan identitas penerima dalam surat peringatan yang di berikan oleh PT KAI Daops 6 Jogja kepada para pedagang sebelum dilakukannya penggusuran.

Yogi Zul Fadhli menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan asas tata usaha negara yang menyatakan sebuah surat harus mengandung unsur kongkret dan individual. “Kongkret itu materinya jelas, sementara individual artinya harus jelas surat ditujukan kepada siapa. Karena di surat itu tidak ada nama pedagang maupun nomor kiosnya,” ungkapnya.

Ia berharap tiga dugaan maladministrasi ini bisa segera ditindaklanjuti oleh ORI Perwakilan DIY yang memang punya kewenangan untuk menyelidiki maladminitrasi pada sebuah kebijakan.

Yogi Zul Fadhli menambahkan pelaporan kepada ORI Perwakilan DIY bukanlah langkah terakhir yang diambil pihaknya. Setelah ini, imbuhnya, LBH Jogja akan segera melaporkan PT KAI Daops 6 Jogja ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas dugaan pelanggaran HAM atas hak ekonomi para pedagang.

Kepala ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri yang langsung menerima para pedagang dan perwakilan LBH Jogja, mengatakan akan segera mendalami aduan yang diterima pihaknya hari ini.

“Sesuai dengan SOP kami akan meminta penjelasan kepada PT KAI dan pemerintah kota. Pihak lainnyya seperti Keraton [Ngayogyakarta Hadiningrat] juga tidak menutup kemungkian kami mintai penjelasan juga karena ada sultan ground. Standartnya 14 hari kerja sudah keluar surat untuk meminta klarfikasi,” jelasnya.

Sementara itu, Manajer Humas PT KAI Daops 6, Eko Budiyanto menyanggah semua pendapat LBH Jogja. Menurutnya semua prosedur penggusuran pedagang Pasar Kembang sudah sesuai dengan semua kaidah hukum yang berlaku, “Semua sudah sesuai dengan asas kepatutan dan hukum,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya