Jogja
Sabtu, 3 Juni 2017 - 21:22 WIB

PENCEMARAN AIR : 70% Sumur Terpapar E Coli, Dinkes Galakkan Program STBM

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi sumur (Dailymail.co.uk)

Pencemaran air diatasi dengan menggalakan sanitasi

Harianjogja.com, BANTUL — Dari 2.000 sumur yang diambil sampelnya oleh Dinas Kesehatan Bantul setiap tahun, 70% terindikasi tercemar bakteri e-coli. Tidak baiknya kualitas air sumur tersebut juga merupakan salah satu penyebab tingginya kasus diare di Bantul, bahkan hampir tiap tahun masuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh sebab itu, Dinkes giat menggalakkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berdasarkan Permenkes No 3 Tahun 2014.

Advertisement

Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Kesehatan Olahraga Dinkes Bantul Yanatun menjelaskan ada lima pilar dalam program STBM yaitu stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga. Sedangkan sejak tahun 2013, program ini telah dimulai di tingkat Puskesmas dengan pilar pertama yaitu Stop BABs. “Tahun lalu kasus diare sudah banyak berkurang, hanya dua sampai tiga orang saja per dusun. Dulu bahkan bisa sampai 70an orang per dusun,” ujarnya kepada Harianjogja.com, Jumat (2/6/2017).

Menurut Yanatun, data termutakhir pada tahun 2017 ini, masyarakat Bantul telah memiliki akses 100% ke sanitasi namun baru 86% yang memiliki jamban mandiri. Artinya, dalam satu rumah yang berisi beberapa kepala keluarga (KK), tidak setiap KK memiliki jamban mandiri. “Masih ada sekitar 3000an KK yang belum punya jamban sendiri,” katanya.

Tujuan utama program ini menurut Yanatun adalah memperbaiki kualitas air dan kebersihan lingkungan sehingga kasus diare dapat berkurang. Selama kualitas air masih dinilai jelek, maka program STBM ini akan terus digiatkan. “Proyeksi kami lima tahun ke depan kualitas air membaik karena tidak ada lagi intrusi bakteri ke dalam tanah,” ucapnya.

Advertisement

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, I Nyoman Gunarsa menambahkan, meskipun masih banyak KK yang belum memiliki jamban mandiri, Dinkes tidak dapat membantu langsung dalam bentuk fisik bangunan. Sebab, program STBM menggunakan metode pemicuan untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih higienis. Dinkes hanya dapat melakukan pemberdayaan masyarakat agar mereka sadar akan kebersihan lingkungannya sendiri.

Namun menurutnya, Dinkes menggandeng UPD lain yang tergabung dalam Pokja Sanitasi yaitu Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Administrasi Pembangunan berusaha membarengi pemberdayaan tersebut dengan kesediaan akses fisik. “Jika kita hanya mendorong perubahan perilaku tanpa ada akses yang memadai, sama saja,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif