Jogja
Senin, 2 Februari 2015 - 11:20 WIB

PENCURIAN IKAN : Masih Ancam Perairan Gunungkidul

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penenggelaman kapal nelayan asing, Jumat (5/12/2014). (JIBI/Solopos/Antara/Immanuel Antonius)

Pencurian ikan masih mengancam perairan di Gunungkidul.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Wilayah perairan Gunungkidul hingga sekarang masih steril dari praktik pencurian ikan. Meski demikian, Dinas Kelauatan dan Perikanan serta Satuan Polair sepakat bahwa potensi ancaman tersebut bisa terjadi kapan saja.

Advertisement

Kekhawatiran adanya pencurian ikan bukan tanpa alasan. Sebab, selain area tangkapan yang membentang luas, keterbatasan alat pengawasan menjadi kendala tersendiri, sehingga potensi tersebut jadi semakin tinggi. Kepala Satuan Polair Gunungkidul AKP Irianto mengatakan pengawasan di wilayah perairan pantai selatan, polisi dilengkapi dua kapal patroli. Hanya saja, aramada tersebut urung dapat menjangkau seluruh wilayah.

“Yang kita lakukan masih terbatas, dan tak bisa hingga ke tengah. Patroli di laut itu berbeda dengan yang terjadi di darat, karena butuh persiapan yang lebih matang,” kata Irianto, Sabtu (31/1/2015).

Dia menjelaskan sedikitnya ada tiga faktor yang membuat pengawasan masih terbatas. Yakni, standarisasi kapal patroli, kapasitas bahan bakar hingga kebutuhan
perlengkapan teknologi kekinian.

Advertisement

“Kenapa saya bilang patroli di laut berbeda dengan di darat, karena kondisinya cepat sekali berubah. Jadi, sebelum berangkat kita harus benar-benar aman untuk berlayar,” tegas mantan Kapolsek Semanu itu.

Irianto mencontohkan keterbatasan bahan bakar membuat pengawasan jadi tidak leluasa. Dua kapal patroli yang ada, masing-masing memiliki kapasitas BBM 750 liter. Hanya, saat digunakan tidak bisa diisi penuh, sebab harus disisakan ruang untuk udara.

“Pengisian maksimal 600 liter. Dengan bahan bakar terbatas kita juga tidak bisa berlayar jauh, takutnya saat kehabisan akan beli di mana?” ungkapnya.

Advertisement

Selama ini, patroli yang dilakukan berjarak 12 mil dari garis pantai. Iriannto mengakui, daya jangkau tersebut sebenarnya sudah melebihi wewenang pengawasan di kabupaten.

“Kalau dari sisi aturan, batas kami hanya empat mil, tapi demi keamanan kita berani agak ke tengah,” ulas dia.

Irianto menegaskan keterbatasan peralatan bukan berarti tidak melakukan pengawasan secara maksimal. Dalam praktiknya, seringkali melibatkan nelayan untuk memberikan informasi terkait ancaman pencurian ikan.

“Kami bersyukur hingga saat ini belum ada. Tapi, kami akan terus waspada, terutama terhadap kapal asing yang menggunakan bendera Indonesia,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif