Jogja
Minggu, 20 Desember 2015 - 04:20 WIB

PENELITIAN TERBARU : Hidup Serumah Beda Agama, Ini Rahasia Kerukunan Keluarga Dayak Ngaju

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - UIN Sunan Kalijaga Jogja

Penelitian terbaru kali ini dilakukan dosen IAIN Palangkaraya.

Harianjogja.com, SLEMAN-Suku Dayak Ngaju, Palangkaraya, Kalimantan Tengah merupakan bukti nyata bhinneka tunggal ika tetap terjaga di Indonesia. Perbedaan keyakinan tidak menjadi masalah bagi mereka hidup rukun di bawah satu atap.

Advertisement

Adalah dosen IAIN Palangkaraya, Nor Muslim, 50, yang melakukan riset etnografi emik untuk mengukur kerukunan umat beragama pada keluarga-keluarga suku Dayak Ngaju, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Menurut dia, keluarga Suku Dayak Ngaju jarang mengalami konflik meski beda agama dan hidup dalam satu rumah.

“Secara diskriptif bisa digambarkan dalam tiga kategori. Mayoritas, sekitar 80 persen keluarga-keluarga hidup rukun, tidak pernah sekalipun mengalami konflik antar pemeluk agama yang berbeda. Baik konflik tertutup maupun konflik terbuka. Kerukunan yang tercipta tidak hanya tampak secara lahiriah, tetapi juga rukun secara batiniah,” katanya saat mempresentasikan gelar Doktor bidang Ilmu Agama, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dalam promosi terbuka, yang diketuai oleh: Prof. Dr. Noorhaidi Hasan, Ph.D., bertempat di Convention Hall, kampus setempat, 17 Desember 2015. seperti rilis yang Harianjogja.com, terima Sabtu (19/12/2015).

Selanjutnya, 10% keluarga Suku Dayak Ngaju, kerukunannya tercipta setelah sempat mengalami konflik. Namun, kata dia, konflik yang terjadi tidak menimbulkan pertentangan mendalam antara anggota keluarga yang menganut agama Kristen dengan anggota keluarga yang berpindah agama Islam. Sehingga kerukunan agama mereka dikategorikan sebagai rukun dan saling menerima.

Advertisement

Terakhir, 10% persen lagi keluarga- keluarga dalam keadaan rukun harmonis. Meski terjadi konflik mendalam antara anggota keluarga yang menganut agama Islam dengan anggota keluarga yang berpindah keyakinan menjadi Kristen Protestan. Konflik terjadi tidak hanya secara tertutup (batiniah) tetapi sampai terjadi konflik terbuka (lahiriah). Tetapi konflik antar anggota keluarga berbeda agama tersebut dapat kembali rukun dan harmonis, yang terlihat secara lahiriah. Bisa juga disebut rukun bertoleransi.

Menurut dia, teori struktural-fungsional, kerukunan yang tercipta pada 80 % keluarga Suku Dayak Ngaju, dikarenakan masing-masing anggota keluarga melakukan peran dan fungsi dalam menciptakan kerukunan dengan melakukan adaptasi, integrasi dan pemeliharaan hubungan. Konflik yang terjadi pada 20 % keluarga Suku Dayak Ngaju dapat diartikan sebagai konflik yang berfungsi positif. Yakni konflik sebagai proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif