SOLOPOS.COM - Ratusan pengemudi taksi online yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Online Jogjakartta (PPOJ) menggelar aks unjukrasa dengan berjalan kaki dari Taman parkir Abu Bakar Ali hingga gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Selasa (31/102/017). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Ratusan sopir taksi dalam jaringan (daring) yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Online Jogja (PPOJ) menggeruduk kantor DPRD DIY

Harianjogja.com, JOGJA –Ratusan sopir taksi dalam jaringan (daring) yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Online Jogja (PPOJ) menggeruduk kantor DPRD DIY, Selasa (31/10/2017).

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Kedatangan mereka untuk menyuarakan aspirasinya menolak Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang mulai berlaku 1 November 2017.

Seperti diketahui, ada beberapa hal yang diatur pada Permenhub No 108/2017 tersebut, yakni: argometer taksi, tarif atas dan tarif bawah, wilayah operasional transportasi yang ditentukkan oleh Pemerintah Provinsi, kuota yang juga ditetapkan oleh Pemprov, pembatasan wilayah operasional transportasi online, stiker yang menandai keberadaan taksi online, peran aplikator, Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), penyedia transportasi online wajib memiliki 5 kendaraan dan kewajiban transportasi online wajib memiliki STNK dan BPKB.

Aturan baru tersebut merupakan revisi dari Permenhub sebelumnya yang beberapa poin diantaranya telah dicabut oleh Mahkamah Agung.

Ketua PPOJ Muchtar Ansori mengatakan Permenhub 108/2017 tak banyak berbeda dengan regulasi sebelumnya karena itulah pihaknya kemudian menolak.

“Permenhub 108/2017 bukan untuk transportasi online, ini hanya cara untuk mengebiri hak driver online,” jelasnya kepada wartawan.

Salah satu hal yang tidak disetujui oleh PPOJ adalah persoalan stiker. Menurut Anshori keberadaan stiker yang ia klaim berukuran terlalu besar akan mengurangi keeksklusifan taksi online. Padahal, keistimewaan tersebut adalah jualan utama taksi online karena terlihat seperti mobil pribadi.

Poin berikutnya yang menjadi sumber kegundahan PPOJ adalah mengenai pembentukkan koperasi dengan jumlah lima mobil dan itu harus berbadan hukum. Anshori menyebut pasal tersebut sangat memberatkan dan tidak sesuai dengan ucapan Presiden Jokowi yang mengaku mendukung ekonomi kreatif yang dilakukan masyarakat.

Ia mengatakan, menjadi pengemudi taksi online adalah usaha kreatif karena dengan satu mobil bisa menghasilkan keuntungan.

Lalu menyangkut aturan wajib Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) yang hanya dikhususkan bagi armada atau mobil baru, dikhawatirkan memberangus hak supir yang memiliki mobil bekas.

PPOJ menuding Permenhub 108/2017 sebagai persekongkolan dari pemilik modal yang ingin memangkas secara besar-besaran armada taksi online dan akan membunuh hak pengemudi untuk mencari rezeki.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga meminta pihaknya dilibatkan dalam pengambilan keputusan, utamanya yang menyangkut tarif bawah dan atas, baik dengan pemerintah maupun aplikator.

“Meskipun kami dianggap sebagai mitra, tapi kami tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan kebijakan. Jika kami melanggar sedikit juga langsung di suspend,” ucap Anshori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya