SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas ekspor melalui pelabuhan (JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe)

Hampir 60% dari barang ekspor yang berasal dari Bantul merupakan kerajinan kayu dan mebel

Harianjogja.com, BANTUL—Meski Bantul menjadi penyumbang nilai ekspor tertinggi di DIY dengan angka sekitar 70%, tetapi pengusaha atau perajin masih menemukan kendala dalam mengekspor produknya.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Terlebih lagi bagi pengusaha yang masih berskala kecil. Pasalnya untuk mengekspor suatu produk, pengusaha harus memenuhi jumlah tertentu untuk memenuhi kapasitas kontainer. Kepala Seksi Pengembangan Ekspor Dinas Perdagangan (Disdag) Bantul Suryono mengakui hal tersebut. Menurutnya kendala tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan kerja sama antar pengusaha.

Artinya, beberapa pengusaha bergabung untuk dapat memenuhi volume kontainer. Solusi itu bukannya tidak memunculkan masalah lain, Suyono mengatakan, produk mereka harus sejenis dan dikirim ke satu negara tujuan. “Jadi kalau makanan ya tidak bisa bareng dengan mebel. Hal itulah yang jadi fokus Disdag ke depan,” katanya, Jumat (24/11/2017).

Suyono menjelaskan, hampir 60% dari barang ekspor yang berasal dari Bantul merupakan kerajinan kayu dan mebel, sementara 40% sisanya merupakan produk lain termasuk olahan makanan. Pihaknya mengklaim pertumbuhan dan kondisi pasar ekspor pada 2017 ini cenderung membaik.

Hal ini kemudian dimanfaatkan pelaku industri di Bantul untuk meningkatkan volume ekspornya. Dari data Dindag, nilai ekspor hingga Oktober 2017 sudah mencapai sekitar US$73 juta atau meningkat hampir 7% dibandingkan tahun sebelumnya. “Itu baru angka sementara, totalnya baru bisa tahu nanti akhir tahun,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya