Harianjogja.com, SLEMAN—Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sleman menyelenggarakan public hearing, Jumat (28/2/2014).
Public hearing yang membahas tentang rancangan peraturan daerah terkait izin gangguan di antaranya dihadiri oleh Panitia Khusus (Pansus) Raperda Izin Gangguan, Kadin Sleman, dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sleman.
Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima
Dalam pertemuan itu, pengusaha mengeluhkan lamanya proses pengurusan izin usaha di Sleman. Proses tersebut dirasa tidak efektif dan efisien. Salah satu masalah yang timbul kemudian diungkapkan oleh Wahono, salah satu pengusaha yang turut hadir.
“Waktu ada penertiban HO [izin gangguan], sering terkena razia karena izinnya belum jadi. Padahal sudah membuat, tapi masih diurus dan belum jadi,” papar Wahono.
Dia meminta agar pemerintah meninjau ulang lamanya memprosesan sebuah izin gangguan.
Kadin Sleman, Toro, juga mengusulkan agar proses izin gangguan dibuat lebih singkat. “Misalnya untuk pengajuan yang diajukan hotel bintang lima, cukup satu saja HO-nya,” kata Toro.
Dia menyampaikan kembali aspirasi dari PHRI yang menyatakan betapa rumitnya jika harus mengurus satu persatu izin setiap fasilitas yang disediakan, terutama pada hotel bintang lima. “Kan di dalam hotel itu ada restoran, karaoke, dan lainnya,” lanjutnya.
Ditemui seusai public hearing, Ketua Pansus Raperda Izin Gangguan, Haji Suprapto, mewacanakan adanya penggabungan antara perizinan gangguan usaha dan penanaman modal. Dengan demikian diharapkan proses izin gangguan menjadi efektif.
“Saya ingin pengusaha taat HO tapi Pemda juga harus siap dengan pelayanannya,” ucapnya.