SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis/dok)

Harianjogja.com, JOGJA-Penerapan UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara belum dipatuhi kalangan pengusaha. Padahal, keberadaan undang-undang tersebut untuk melindungi dan meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam di Indonesia.

“Hingga batas pelaksanaan UU ini, selambat-lambatnya lima tahun, tidak ada itikad baik dari para pengusaha pertambangan mineral untuk mematuhi aturan tersebut,” ungkap Kepala Subdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, Syaiful Hidayat disela Seminar tentang Hasil Insentif Kegiatan Riset Sistem Inovasi Nasional di auditorium Batan DIY, Kamis (31/10/2013).

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Dijelaskan Syaiful, UU No.4/2009 mengatur persyaratan wajib bagi pelaku usaha mineral di Indonesia agar mengelola material mentah di dalam negeri. Dengan kata lain, bahan baku tersebut tidak boleh diekspor dulu sebelum diolah di dalam negeri. Selain itu, pengelolaan minerba pun harus memenuhi batas minimal pemurnian mineral yang telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.

“Padahal, mereka dikenakan denda 20% dari jumlah minerba yang dijual jika mengekspor material mentah. Mungkin keuntungan dari usaha pemurnian minerba tidak terlalu besar sehingga mereka memilih mengekspor bahan mentah. Tapi ini aturan yang perlu ditegakkan,” ujarnya.

Menurut dia, UU tersebut bertujuan untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri sehingga perlu dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar negeri dalam bentuk biji. Aturan pengelolaan mineral di dalam negeri tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah terhadap mineral yang dieksplorasi dan mengetahui jenis mineral apa saja yang keluar dari wilayah Indonesia.

“Para pengusaha selama ini kan sudah dapat untung banyak, kenapa mereka tidak mengolah minerba di dalam negeri? Tidak harus membangun smelter atau pabrik tetapi bisa dilakukan kerja sama dengan pihak lain untuk mengolah minerba yang diambil,” ujarnya.

Dia mendesak semua pihak, terutama pemangku kepentingan, untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri. “Bagaimana pun, kami akan menjalankan aturan ini dengan tegas. Pengusaha yang tidak melakukan pemurnian terhadap mineral yang akan diekspor tentu tidak akan mendapat surat izin ekspor, kalau tetap mengekspor tentu melanggar, siap-siap ditangkap,” tegasnya.

Pemerintah saat ini, lanjut Kepala Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) Batan Jogja Widi Setiawan, terus mengembangkan teknologi pengolahan pemurnian mineral untuk membantu para pengusaha melakukan permurnian di dalam negeri. Saat ini, lanjut Widi, PTAPB Batan memiliki pabrik pengelolaan zirkon yang selama ini selalu dilakukan di China. Pabrik baru tersebut menggunakan teknologi pengelolaan karya anak bangsa.

“Upaya peningkatan nilai sumber daya mineral ini juga kami dukung dengan terus melakukan pengembangan teknologi. Berbagai riset kami lakukan dengan bantuan dari Kemenristek RI. Hal ini sekaligus untuk menyangkal anggapan bahwa Indonesia tidak siap dari sisi teknologi dalam hal pengelolaan Minerba,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya