SOLOPOS.COM - HARIANJOGJA/GIGIH M. HANAFI Tiga dosen UGM yaitu Mantan Wakil Dekan III Fakultas Pertanian UGM Triyanto, dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Ken Suratiyah dan dosen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UGM Toekidjo dan Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Susamto Somowiyarjo saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jogja, Kamis (13/11). Sidang kasus kasus korupsi penjualan aset milik Fakultas Pertanian UGM dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap keempat terdakwa.

Harianjogja.com, JOGJA—Sebanyak empat dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada gantian membacakan eksepsi dalam sidang lanjutan penjualan tanah UGM di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jogja, Kamis (20/11/2014).

Para dosen itu yakni Susamto, Ken Suratiyah, Toekidjo dan Triyanto. Para pengajar di perguruan tinggi itu menganggap tuntutan hukum kepada mereka tidak jelas, tidak cermat dan dakwaan tidak lengkap.

Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris

Penuntut sama sekali tidak menggambarkan hak apakah yang pernah dimiliki UGM, yang disebut penuntut hilang karena perbuatan mereka.

Eksepsi mereka itu menyoroti penggunaan Pasal 10 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.9/1999 tentang Tata Cara pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang mengatur hak-hak yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA).

“Tak pernah disebut peralihan hak tanah. Tidak mungkin ada peralihan hak tanah,” kata Kuasa hukum terdakwa, Augustinus Hutajulu, seusai sidang.

Nota eksepsi dibacakan dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua, Sri Mumpuni. Sidang yang berlangsung lebih kurang satu jam itu berlangsung tertib dan dihadiri sejumla dosen dan mahasiswa Fakultas Pertanian UGM.

Seusai para tedakwa membacakan pembelaan, Susamto disambut sejumlah mahasiswa dan dosen. Para mahasiswa dan dosen UGM itu menyemangati dan ada pula yang terlihat sedih saat menyalami Susamto di pintu ruang persidangan.

Augustinus juga mempertanyakan jaksa tidak pernah menghadirkan perangkat desa dan camat lokasi kasus tersebut terjadi. Padahal, ada cap kepala desa dan tanda tangan dalam akta jual beli. Jika jaksa ingin mempermasalahkan, semestinya jaksa harus memanggil perangkat desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya