Jogja
Minggu, 18 September 2016 - 14:20 WIB

PENTAS TEATER : "Gendruwo Pasar Anyar" Kisahkan Matinya Pasar Tradisional karena Kekuatan Kapitalis

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penampilan Khocil Birawa dalam pentas monolog bertajuk "Gendruwo Pasar Anyar" yang dipentaskan di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarya, Kamis (15/9/2016). (Yudho Priambodo/JIBI/Harian Jogja)

Pentas teater diselenggarakan di  Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta,

Harianjogja.com, JOGJA — Gemerlap lampu yang indah dengan iringan tepuk tangan gemuruh dari penonton menyambut pementasan monolog seniman dan wartawan senior Khocil Birawa. Pertama menyapa penonton Khocil dengan menggandeng dua wanita cantik sembari berjalan seolah pamer ia memulai aksinya dalam pentas monolog bertajuk ‘Genderuwo Pasar Anyar’ yang dipentaskan di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta, Kamis (15/9/2016).

Advertisement

Tepuk tangan penonton belum berhenti, terdengar suara tawa renyah saat pria paruh baya keluar dari kegelapan panggung dengan sorotan lampu berwarna kuning. Menggunakan topi pet berjalan sambil berjoget ringan senyumnya tidak bisa menepis rasa bahagianya ketika tangan kanan dan kirinya digandengi dua wanita cantik nan seksi.

Surasa atau yang akrab kita kenal sebagai Khocil Birawa berjoget kemudian tertawa keras dan berucap,  “hahayyyyy! Kesempatan!,” kata dia.

Advertisement

Surasa atau yang akrab kita kenal sebagai Khocil Birawa berjoget kemudian tertawa keras dan berucap,  “hahayyyyy! Kesempatan!,” kata dia.

Pria paruh baya yang setiap hari kita kenal sebagai wartawan senior di salah satu surat kabar di jogja inipun terlihat sangat tengil ketika ia mengeluarkan handphonenya lantas mengajak dua wanita cantik disampingnya untuk berfoto selfie bersama.

“Wes le selfie! Kono do mlebu, do reti kan kalo pentas monolog ki berarti pentas dewe. Melu-melu wae (sudah dulu foto selfienya! Sana kalian masuk, pada taukan kalau pentas monolog itu berarti pentas sendiri. Kalian ikut-ikutan sana),” kata Khocil membuka pentasnya.

Advertisement

“Malam ini saya akan memerankan lakon sebagai Murwat, penjaga malam dan tukang sapu Pasar Kliwon. Doakan saya kuat sampai akhir pentas maklum balungan tuo bos! (maklum tulang tua bos),” imbuh Khocil.

Tidak ada sehelaipun rambut hitam di kepalanya menandakan usianya sudah tidak muda lagi, kendati demikian semangat Khocil masih luar biasa untuk berkesenian. Malam itu bukan tidak hanya memerankan satu tokoh, tidak tanggung-tanggung tiga peran sekaligus diperankan oleh Khocil.

Murwat si tukang sapu dan penjaga malam, dan Eyang Dono Driyah, dan Konglomerat mampu dimainkan secara apik olehnya. “Lihat gagahnya saya dengan baju seragam ini. Ini seragam identitas saya sebagai tukang sapu dan penjaga malam di Pasar Kliwon,” katanya mengawali peran sebagai Murwat.

Advertisement

Saat Khocil berceletuk dengan kalimat yang lucu, gemriuh tawa gerrr dari penonton pun terlihat sangat meriah. Namun saat ia berperan serius tidak ada sedikitpun suara terdengar dari deretan kursi penonton. Ratusan penonton malam itu dibuat terkagum-kagum dengan penampilan seniman yang hobi minum kopi ini.

Lakon “Gendruwo Pasar Anyar” ini mengisahkan tragedi dan kisah tragis si Murwat. Sebagai penjaga malam pasar tradisional, kisah hidupnya tidak jauh berbeda dengan kondisi pasar yang dijaganya. Pasar tradisional yang setiap hari ia jaga, yang ia lindungi dari tangan-tangan orang jahat tampaknya masih harus kalah dengan keberadaan pasar modern dukungan kapitalis. Hingga akhirnya saat Pasar Kliwon terbakar Murwat sebagai kaum kecil yang tidak tau apa-apa justru dijadikan tersangka dan disalahkan atas kejadian tersebut.

Pentas monolog dengan naskah karya Indra Tranggono serta digarap oleh sutradara teater Toelis Semero ini terlihat indah sehingga pementasan yang berdurasi kurang lebih 75 menit seperti berjalan sangat cepat.

Advertisement

Saat kembali bermonolog dengan pakaian necis, peran konglomeratpun berhasil dimainkan oleh Khocil. Perasaan seolah-olah diacak-acak, emosi meninggi drastis ketika sang konglomerat tersebut mengumumkan bahwa Pasar Kliwon yang hancur menjadi debu akan diganti dengan Kliwon Plaza. Pesan itu tersurat dan terngiang-ngiang, bahwa itu seperti yang terjadi di dunia nyata saat ini.

Banyak pasar tradisional mulai padam dan menghilang, namun pasar modern justru banyak bermunculan dan menggeser keberadaan pasar.

Pecah gemuruh penonton kembali terjadi saat Khocil mengakhiri pentasnya, wajahnya lega senyum lepasnya menggambarkan kepuasannya dalam pementasan malam itu.

“Meski saya sudah lama tidak berpentas teater, malam ini seperti terlahir kembali,” katanya saat ditemui di belakang panggung.

Sementara itu Sutradara Pementasan monolog Toelis Semero mengatakan, dirinya sangat lega dan sekaligus bangga. Kata dia, ini diluar dugaan, dengan persiapan dua bulan di usianya yang tidak muda lagi berbagai kesusahan muncul dari penghafalan naskah dan olah gerak tubuh.

“Ini diluar ekspektasi, setelah sekian lama Pak Khocil tidak berpentas, namun memang darah teater tidak hilang. Penampilannya sangat luar biasa,” kata Toelis.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif