SOLOPOS.COM - Tangkap layar Rembag Keistimewaan dengan tema Melestarikan Budaya Jawa, Bahasa & Sastra Melalui Pranata Adicara, Kamis (27/7/2023). (Istimewa).

Solopos.com, JOGJA —  Lembaga di bawah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yakni Paniradya Kaistimewan Yogyakarta kembali menggelar Rembag Keistimewaan dengan tema Melestarikan Budaya Jawa, Bahasa & Sastra Melalui Pranata Adicara secara daring, Kamis (27/7/2023).

Acara ini dihadiri sejumlah narasumber mulai dari Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan Aris Eko Nugroho, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Dr. Suwarna, dan Wakil Ketua Paguyuban Panatacara Jogja Faizal Noor Singgih.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Dalam diskusi ini,  Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan, Aris Eko Nugroho, mengatakan soal pelestarian budaya dan bahasa sudah diatur dalam Peraturan Daerah Istimewa (Perdais).

“Semua yang dikerjakan terutama berkaitan dengan keistimewaan itu pasti ada regulasi. Berkaitan dengan itu ada Perdais Nomor 3 tahun 2017 tentang kebudayaan, dari tujuh kebudayaan ada salah satu yakni bahasa ada tradisi lisan, ekspresi lisan dan manuskrip,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Aris mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Jogja. Ia menyebut, hal ini dilakukan agar budaya yang ada tidak hilang dan membuat Provinsi Jogja tetap memiliki akar budaya yang kuat.

“Maka kemudian Paniradya bekerja sama dengan OPD berkaitan dengan hal tersebut, paling dekat dengan Dinas Kebudayaan, di samping itu, Jogja ini kota pelajar tentu melalui Dinas Pendidikan, kami menerangkan budaya terutama ke anak sekolah. Semoga ini menjadi pembeda dan membuat Jogja semakin istimewa, agar budaya yang adiluhung ini hilang,” ulasnya.

Menurut Guru Besar UNY Prof. Dr. Suwarna, budaya jawa terutama bahasa dan sastra tak bisa dipisahkan dari keberadaan pembawa acara dalam Bahasa Jawa atau pranatacara.

Ia menilai dalam berbahasa dan berbudaya jawa, pranatacara bisa dianggap salah satu upaya pelestarian.

Suwarna menjelaskan, sebagai pranatacara memiliki tuntutan untuk bisa menguasai bahasa dan Sastra Jawa dengan baik. Ia juga menekankan turunan dari bahasa dan Sastra Jawa yang begitu banyak dan harus dikuasai oleh pranatacara.

“Bekalnya apa untuk menjadi pranatacara, yang penting itu basa lan sastra, orang bisa menyampaikan kalau dia bisa menguasai bahasa dan sastra, arahnya jika bahasa akan unggah-ungguh kalau sastra bisa purwakanthi, tembang, parikan, gendhing hingga parikan,” ucapnya.

Suwarna juga mengatakan, pranatacara bisa menjadi salah satu mata pencaharian yang menjanjikan ke depannya.

“Nantinya bisa untk pangupajiwa, sekarang bisa untuk hiburan, berdasarkan riset saya tahun 2007 saya meneliti ada 76 tempat penyelenggaraan upacara pengantin, sekarang 2023 bayangkan, ini juga bisa menjadi pelestarian budaya. Local wisdom dalam pranatacara ini kemampuan kawegigan dengan materi keilmuan, filosofi hidup termasuk budayanya,” tambahnya.

Hal itulah yang kemudian melatarbelakangi berdirinya Paguyuban Pranatacara Yogyakarta (PPY). Menurut Wakil Ketua PPY, Faizal Noor Singgih, PPY berdiri sebagai wadah bukan hanya untuk pranatacara. Namun juga seluruh lapisan, mulai dari budaya hingga rias.

“Sebelum 2015 banyak pranatacara yang berdiri sendiri, lalu para sesepuh mengusulkan mendirikan paguyuban untuk belajar dan berkembang bersama, lalu pada 9 juli 2015 muncullah paguyuban ini, lalu berkembang di tingkat kabupaten kota, di Jogja, PPY sudah ada di setiap kabupaten kota. Sesungguhnya tidak hanya pranatacara, tapi ada dari dekorasi hingga rias. Karena lampah adat ini sebelum paguyuban ini simpang siur, dan di PPY kami meluruskan dan menskronisasi jadi ketika upacara adat bisa match,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya