SOLOPOS.COM - Sesepuh Wahana Tri Tunggal (WTT)Sarijo diperiksa Satreskrim Polres Kulonprogo sebagai tersangka kasus penyegelan Balai Desa Glagah, Rabu (3/12/2014). (Harian Jogja/Switzy Sabandar/2014)

Harianjogja.com, KULONPROGO—Untuk kali pertama sesepuh Wahana Tri Tunggal (WTT)Sarijo diperiksa Satreskrim Polres Kulonprogo sebagai tersangka penghasutan dalam kasus penyegelan Balai Desa Glagah, Rabu (3/12/2014).

Kendati demikian, polisi belum melakukan penahanan karena kuasa hukum tersangka mengajukan permohonan penangguhan.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Dalam pemeriksaan yang berlangsung lebih dari tiga jam tersebut, Sarijo didampingi oleh kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (KBH) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Tampak pula Ketua WTT Purwinto, Humas WTT Martono dan beberapa warga pesisir yang tergabung dalam WTT ikut menunggu di luar ruang pemeriksaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pemanggilan Sarijo sebagai tersangka akan diikuti dengan kedatangan ratusan warga WTT.

Mereka sudah menyiapkan enam unit bus sebagai sarana transportasi warga ke Mapolres Kulonprogo. Namun, hal itu urung dilakukan tanpa alasan yang jelas.

Kuasa Hukum LBH KAHMI Kokok Sudan Sugijarto menuturkan sudah menyiapkan langkah dan mengupayakan Sarijo tidak ditahan seusai pemeriksaan.

“Kami akan meminta penangguhan walaupun kami tahu penahanan merupakan domain penyidik,” ujarnya kepada wartawan.

Dikatakannya, kuasa hukum akan meyakinkan penyidik, Sarijo tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, serta tidak mengulangi perbuatannya.

Menurut Kokok, status yang dikenakan oleh Sarijo terkesan dipaksakan, sebab pada awal pemeriksaan Sarijo sudah menjelaskan aksi warga spontan dan tidak terencana.

“Memang klien kami memberikan orasi tetapi hanya untuk member pengertian kepada WTT dan tidak ada tujuan melakukan tindakan destruktif,” paparnya.

Ia menjelaskan, masyarakat seharusnya bisa membaca persoalan ini memiliki korelasi dengan pergerakan WTT sebagai kelompok masyarakat yang menolak keberadaan bandara di Kulonprogo.

Penyegelan balai desa, kata Kokok, merupakan dampak dari menyuarakan aspirasi warga. Seharusnya, imbuh dia, masalah ini bisa dilihat dari sudut pandang lain, yaitu bagaimana pemerintah mengakomodasi hak-hak hidup warga WTT.

“Penolakan yang mereka lakukan berkaitan dengan mempertahankan ruang hidup,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya