SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Solopos/Antara/Rudi Mulya)

Perajin batu akik di Sleman berharap mendapatkan bantuan peralatan usaha guna mempermudah pekerjaan mereka

Harianjogja.com, SLEMAN-Meroketnya nilai jual batu akik membuat perajin batu akik Sleman bersaing menarik minat pembeli. Sayangnya, keterbatasan peralatan menjadi kendala perajin dalam memproduksi batu akik.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Salah satu perajin yang mengeluhkan hal itu ialah Ketua Merapi Gamestone, Usman Nurkholis. Merapi Gamestone merupakan kelompok perajin batu akik yang terletak di Dusun Karangwuni, Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi.

Ia mengatakan, sejak batu akik naik daun, setiap hari orang berdatangan untuk memesan. Omzet yang diperoleh setiap bulan mencapai  Rp25 juta. Sedangkan honor untuk pekerja setiap harinya Rp50.000, belum termasuk uang lembur. Melihat omzet sebesar itu, ia beranggapan bahwa salah satu UKM ini berpotensi dikembangkan.

Para konsumen tidak hanya memesan batu akik yang sudah dalam bentuk cincin tetapi juga batu akik untuk pernak-pernik.

Namun karena keterbatasan peralatan, para perajin tidak mampu memenuhi pesanan. Rata-rata Usman bersama perajin lainnya hanya mampu mengerjakan 20 hingga 25 pesanan. Itu pun menurutnya belum optimal dikarenakan keterbatasan alat.

Usman menjelaskan, saat ini kelompoknya hanya memiliki tiga unit alat untuk memoles batu akik menjadi sempurna. Sedangkan untuk membuat emban atau cincin untuk meletakkan batu akik, belum mempunyai. “Embannya masih pesan dari luar,” ujar Usman, Sabtu (25/4/2015).

Keterbatasan alat itu menyebabkan  pengembangan kerajinan batu akik di dusunnya kurang optimal. Ia mengaku tidak mampu memenuhi semua pemesanan konsumen, baik pemesanan pribadi maupun untuk kebutuhan pasar.

Usman bersama kelompoknya telah menjalankan usahanya selama delapan bulan. Selain mencari keuntungan, usaha ini juga bertujuan mengurangi pengangguran di Dusun Karangwuni karena banyak masyarakat yang hanya lulusan SMA bahkan ada pula anak putus sekolah.

“Saat ini kami memiliki delapan karyawan.  Mereka kebanyakan warga setempat, khususnya lulusan SMA dan putus sekolah. Idealnya dengan delapan karyawan, mestinya peralatannya juga delapan unit,” katanya. Karena keterbatasan alat itu, mereka pun bekerja secara bergantian.

Keterbatasan ketrampilan dalam memproses batu akik juga menjadi penghambat kerja para perajin. Pasalnya ketrampilan dalam mengolah batu akik hanya secara otodidak tanpa ada pelatihan khusus.

Asman meminta pemerintah kabupaten Sleman peduli pada perajin. Mereka mendesak agar pemerintah mau memberi pelatihan serta menyumbang peralatan pendukung. “Itu [pelatihan dan peralatan] yang kami butuhkan saat ini,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya