SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Perceraian Gunungkidul terjadi hingga ratusan kasus tahun ini.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Kasus perceraian di Gunungkidul masih tinggi. Hal tersebut terlihat dari penanganan kasus yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Wonosari. Hingga akhir Juni ada 615 kasus yang telah ditangani.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Baca Juga : PERCERAIAN GUNUNGKIDUL : Setiap Bulan Ada 72 Kasus Cerai Gugat

Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama Wonosari Muslih mengatakan kasus gugatan perceraian yang masuk tidak hanya dari masyarakat umum. Pasalnya, permohonan yang diajukan juga berasal dari kalangan Pegawai Negeri Sipil.

“Hingga saat ini sudah ada sepuluh PNS yang mengajukan gugatan,” ujarnya, Jumat (7/7/2017).

Menurut dia, pengajuan gugatan yang masuk harus melewati proses yang panjang. Sesuai prosedur yang ada, di awal pengajuan akan dilakukan mediasi antara pemohon dengan tergugat. Hanya saja, sambung Muslih, jika upaya tersebut tak membuahkan hasil maka dilanjutkan ke persidangan untuk perceraian.

“Kita mencoba mediasi agar keduanya bersatu kembali, tapi  kalau pada prosesnya tidak membuahkan hasil maka dilanjutkan ke persidangan untuk perceraian,” paparnya.

Diakuinya, angka perceraian di Gunungkidul dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Ia pun berharap angka tersebut terus ditekan sehingga jumlahnya terus dapat dikurangi. “Untuk menekan harus dilakukan secara bersama-sama dengan semua pihak. Namun yang paling penting adalah memegang teguh komitmen bagi kedua pasangan dengan memiliki rasa kepercayaan dan saling menghargai,” ujarnya.

Untuk menekan angka perceraian, pemkab terus melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan menggalakan gerakan anti pernikan dini. Bupati Gunungkidul, Badingah mengatakan, deklarasi kepala dusun menolak pernikahan usia dini akan dijadikan percontohan di Gunungkidul. Melalui semangat ini diharapkan dapat membantu menekan perceraian. Pasalnya  remaja yang menikah dini, secara psikis kondisi pasangan belum matang sehingga mudah mengalami masalah yang menjadi pemicu terjadinya perceraian.

“Selain masalah psikis yang masih belum matang, pernikahan dini juga dapat berdampak pada fisik dan psikologis kesehatan reproduksi bagi kaum perempuan,” Kata Badingah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya