SOLOPOS.COM - (ki-ka) Sela, perwakilan Iwayo, Ahmad Syaifuddin dari Save Street Children Jogja, dan Ahmad Budi Sutrisno, komunitas anak jalanan, memaparkan alasan penolakan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di LBH Jogja, Kamis (16/4/2015). (JIBI/Harian Jogja/Switzy Sabandar)

Perda Gepeng dituntut karena sarat kekerasan, sedangkan Satpol PP mengaku selama ini selalu mengedepankan kesantunan.

Harianjogja.com, JOGJA-Perda Gepeng dinilai sarat kekerasan sehingga dituntut dibatalkan. Menanggapi hak ini Kepala Satpol PP DIY Bambang Budi Istarjo menampik tuduhan kekerasan yang dilakukan anggotanya saat bertugas.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

“Semua sesuai dengan arahan gubenur, dilakukan dengan santun,” kata Bambang, Kamis (16/4/2015).

Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi mengatakan ukuran layak atau tidak layak relatif.

“Mereka bisa saja menganggap tidak layak karena tidak sesuai dengan standar hidup mereka,” tukasnya.

Dijabarkannya, mereka yang terjaring terbiasa hidup di jalan tanpa aturan, sehingga ketika dihadapkan pada aturan dianggap sebagai kekerasan.

“Kami menerapkan ketegasan, kalau ada kekerasan silakan lapor ke saya,” ujar Untung.

Terkait permintaan pembatalan perda, terangnya, LSM seharusnya bertujuan membangun Jogja lebih baik, maka sebaiknya bersinergi dengan pemerintah.

“Jangan jalan sendiri-sendiri,” imbuhnya. (Baca Juga : PEMULUNG BERSERAGAM
Pelatihan Mengenai Kesehatan, Keamanan dan Estetika Diberikan)

Adapun kaukus untuk Perda Penanganan Gelandangan dan Pengemis, antara lain, terdiri dari LBH Jogja, PLU Satu Hati, Ikatan Waria Yogyakarta, Save Streets Children, PKBI DIY, Rumah Keong, IHAP, dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya