SOLOPOS.COM - Arsyita Rokhma (JIBI/Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia)

Perempuan inspiratif kali ini seorang motivator yang fokus pada perempuan, anak dan keluarga.

Harianjogja.com, JOGJA-Hampir enam tahun menekuni dunia hipnoterapi, pendiri Hypnotherapy Education Center Yogyakarta, Rumah Hypnotherapy Yogyakarta dan Rumah Cerdas Yogyakarta, Arsyita Rokhma mendapatkan berbagai pengalaman. Baik yang terasa “manis” hingga pengalaman ditendang, dicekik maupun mendengar masalah ranjang pasangan lain. Bagaimana ceritanya?

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Ditemui Harianjogja.com, di Inspiring Dining, Rabu (6/4/2016), perempuan yang disapa Sita ini menuturkan dunianya saat ini sangat bertolakbelakang dengan pendidikan yang dienyam maupun pengalaman kerja sebelumnya.

“Saya kuliah jurusan Komunikasi Massa Fisip [Fakultas Ilmu Sosial dan Politik]. Kemudian kerja jadi pegawai bank,” jelasnya lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo.

Pekerjaan ini dijalaninya hingga dia melahirkan anak pertama. Paska-melahirkan, perempuan berkerudung ini menuturkan ada sejumlah tantangan yang harus dijalani. Seperti harus hidup terpisah dengan suami yang bekerja di luar kota.

Ketika masa cuti melahirkan selesai, dia kemudian juga harus menghadapi masa-masa berat. Sebab sang anak sementara waktu dititipkan ke ibu. Alhasil dia harus tidak dapat menyaksikan langsung tumbuh kembang anak. Sita harus puas menerima laporan ibu mengenai setiap pertumbuhan anak.

“Akhirnya September 2006, saya resign dari bank dan tinggal di sini [Jogja], jadi ibu rumah tangga saja,” tuturnya.

Usai masalah yang satu, timbul persoalan lain. Aktivitas super padat yang dulu pernah dirasakan mulai “memanggil-manggil” Sita. Apalagi, tambahnya, sikap perfeksionis membuat dirinya tertekan.

“Anak saya terbilang aktif, sedang saya sangat tertata. Ini bikin spaneng [tegang]. Ditambah pada 2009, saya keguguran. Saya jadi berpikir untuk belajar berubah.”

Belum selesai sampai disitu, pada Desember 2009, suami didiagnosa mengidap diabetes melitus [DM]. Tak lama, dia mendapatkan informasi dari seorang dokter di Bandung yang memiliki keahlian hipnoterapi. Dengan bekal kabar ini, suami mulai mendapatkan terapi tersebut. Hasilnya, imbuh dia, suami dapat lepas dari insulin hingga saat ini.

Melihat bukti nyata efektivitas hipnoterapi, otak Sita mulai menimang-nimang peluang bisnis. Akhirnya pada Januari 2010, dia mendirikan Klinik Hipnoterapi Yogyakarta. Kala itu, Syita belum secara langsung menekuni hipnoterapi. Dia lebih banyak fokus pada public relation [PR].

“Dari Januari sampai Maret kalau ketemu klien, maunya mereka diterapi sama saya. Jadilah saya tanya suami, boleh enggak saya belajar? Ternyata boleh. Akhirnya saya belajar hingga mendapat sertifikasi, baru saya bertemu klien,” jelasnya.

Meskipun terbilang sebagai dunia baru, Sita menilai hal tantangan yang perlu dihadapi tak terlalu banyak. Poin penting yang perlu dia siapkan dalam hipnoterapi adalah memahami orang lain. Untuk mencapainya, dia harus memahami diri sendiri kemudian bertransformasi.

Melengkapi kompetensinya, Sita pun mulai memompa kemampuan diri. Dia mulai menjalani aneka pelatihan, antara lain hypnotherapist dari level basic hingga advance dari The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) sehingga mempunyai sertifikasi Certified Hypnosis (CH), Certified Hypnotherpist (CHt) dari International Association of Counselor and Therapist (IACT), USA serta Certified Instructor (CI) dari The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH).  Merasa tak cukup, Sita juga melengkapi diri dengan mengambil Sertifikasi Dermatoglyphics/Fingerprint Analyst [Analisa Sidik Jari] dan Handwriting Analyst (Analisa Tulisan Tangan / Graphology) dari The Authentic School Indonesia serta Certified Professional Life Coach untuk program Life Coaching dari Tjia Irawan & Associates.

Fokus pada Perempuan dan Keluarga

Sebagai perempuan dan ibu yang pernah melahirkan, Sita terpanggil untuk melayani perempuan dan keluarga.

“Dari sekian permasalahan klien, jika berhadapan dengan klien yang punya problem yang saya dengan saya dulu alami, rasanya kayak melihat cermin. Saya dulu perfeksionis dan panikan. Di situ saya rasa syukur muncul,” urai ibu tiga anak ini.

Sebab, lanjutnya, dia tidak hanya dapat memberikan masukan yang masuk akal. Namun juga membagi pengalaman saat menghadapi masalah yang sama.

Ketika ditanya mengenai kasus terberat yang pernah dihadapi, Sita menuturkan ketika bertemu dengan orang yang memiliki kasus psikis dan fisik. Misalnya

Berat dpt kasus psikis dan fisik. Personality borderline personality disorder (BPD) atau ketidakstabilan dalam suatu hubungan, suasana hati dan citra diri hingga bipolar [gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang, ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrim berupa mania dan depresi]. Bahkan, tegas dia, kasus-kasus itu cukup banyak di Jogja.

“Anak muda kebanyakan yang mengalami. Jika klien harus mengkonsumsi obat, sedang pasien tidak mau. Orang tua diharapkan bekerja sama atau persuasif. Untuk hipnosis, kami juga pakai sugesti dan persuasif,” paparnya.

Ditanya mengenai penyebab persoalan ini, Sita menilai orang tua dan lingkungan memiliki peranan penting. Bagaimana cara orang tua dan lingkungan berperilaku yang membawa anak pada masalah tersebut. Misal, orang tua cenderung mengatur. Anak kebanyakan tinggal di kamar dan menjadi introvet. Menurut dia, penyebab persoalan ini lantaran orang tua suka mengatur, melarang dan sering menakut-nakuti anak.

Masalah lain, seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), dinilainya dapat terjadi lantaran pola komunikasi orang tua pada anak.

“Misal anak laki-laki tapi berperilaku lebih ke perempuan. Solusinya adalah diskusi. Peran ayang luar biasa. Ayah harus paham ini. Selama ini jika ada pelatihan parenting yang datang ibu, padahal yang jadi orang tua bukan hanya ibu. Peran itu bukan hanya sosok, tapi juga kehadirannya,” urai dia.

Karena alasan inilah, sang suami akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaan. Menurut Sita hidup terpisah selama 11 tahun sudah sangat cukup. Apalagi anak pertamanya sebentar lagi menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Sudah saatnya anak seutuhnya mendapatkan peran sang ayah.



Dari sisi perempuan dewasa, rata-rata masalah yang dialami seperti Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau kondisi psikologis yang ditandai dengan perilaku pengulangan yang disebabkan ketakutan akan pikiran yang tidak masuk akal, hingga vaginismus yang terjadi karena trauma megalami pelecehan seksual.
Khusus persoalan yang terakhir, klien yang ditangani tidak hanya sebagai korban tetapi juga pelaku. Umumnya, mereka adalah orang yang sudah menyesali kesalahannya dan berusaha kembali lurus. Hanya, terkadang masih ada rasa curiga.

“Untuk kasus ini saya biasanya mengagendakan tiga hingga enam kali pertemuan. Setelah itu kondisi pasien sudah bangus. Kalau pun datang lagi biasanya karena ada problem yang lain,” terangnya.

Hipnoterapi, kata dia, juga dapat dilakukan pada diri sendiri. Untuk klien yang masih baru, selain melakukan proses tatap muka, Sita juga melakukan komunikasi via whatsapp, kemudian klien dipandu melakukan self hypnosis.

Menurut Sita hal tersebut memungkinkan. Bahkan, dia cenderung mendorong klien untuk melakukan hal tersebut.

“Karena itu ketika ada klien datang. Saya akan tanya, tahu saya dari siapa? Tahu hipnoterapi tidak? Apa itu. Kalau bisa jelaskan, kita lanjut. Kalau tidak, saya jelaskan lalu baru buat jadwal terapi.

Sisi positif hipnoterapi ini juga dibagikan Sita kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKG UMY) sejak 2011. Materi ini merupakan pilihan bagi siswa, dapat diambil dan tidak. Adapun keuntungan mempelajari hal ini agar dokter tersebut dapat lebih percaya diri. Selanjutnya, dokter juga dapat membantu pasien melawan ketakutan saat berobat.

Ditanya mengenai kehidupan sehari-hari, Sita mengaku tidak hanya menerapkan hipnoterapi untuk klien, tetapi juga pada keluarga. Menurut dia, hal ini adalah dasar bagi seorang terapis.

“Harus satu paket. Saya juga menerapkan hal yang sama dengan anak. Kalau anak punya masalah, saya harus belajar dan berubah. Bukan hanya anak yang dituntut,” paparnya.

Komunikasi Kunci Utama

Selama hampir enam tahun berproses, Sita menyampaikan telah bertemu banyak orang dengan berbagai karakter dan masalah. Ada sejumlah pengalaman unik yang disebutnya tak terlupakan.

“Saya pernah ditendang klien, dicekik dan dilempar bantal. Ada juga pasutri yang datang karena masalah hubungan intim. Rasanya kepala saya cenat-cenut karena sebagai terapis kita tidak boleh berempati. Namun bahasa mereka sangat lugas,” jelasnya.

Ketika menghadapi masalah ini, Sita memilih untuk tidak hanya berpikir lalu mencari-cari metode apa yang paling tepat dapat dilakukan. Dia membiarkan semua berjalan apa adanya mengikuti alur. Hal yang sama juga dilakukan untuk klien. Dia akan mendorong klien berimprovisasi dan menemukan teknik baru.

Menghadapi aneka permasalahan dewasa ini, Sita menilai cara penanganan sebenarnya sederhana. Komunikasi.

“Semua masalah itu terjadi karena ada komunikasi yang terhambat. Entah itu orang tua dan anak. Suami dan istri. Dosen dan mahasiswa. Komunikasi berarti ada dua arah. Bukan hanya satu komando,” tegas perempuan yang lahir di Jakarta ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya