SOLOPOS.COM - Anita Siswanto (Mediani Dyah Natalia/JIBI/Harian Jogja)

Perempuan inspiratif kali ini mengenai penyanyi sekaligus pengusaha batik, Anita Siswanto.

Harianjogja.com, JOGJA-Bersama kelompok musik etnik, Sinten Remen dan Kua Etnika, Anita Siswanto melalang buana ke berbagai negara mempromosikan kesenian Indonesia. Dari setiap pertunjukan, publik dunia tak pernah berhenti mengagumi kekayaan budaya Indonesia yang unik, original tetapi dapat “dikawinkan” dengan berbagai alat musik modern. Siapakah Anita Siswanto?

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Kepada Harianjogja.com, Anita mengaku tertarik pada dunia musik sejak kecil. Program Panggung Gembira Anak-anak, yang ditayangkan TVRI saat itu menjadi acara yang paling diminati. Penyanyi-penyanyi legendaris seperti Grace Simon,, Euis Darliah, Trie Utami, Anggun C.Sasmi dan biduan lain selalu ditunggu-tunggu kemunculannya.

“Mereka punya karakter masing-masing yang sangat kuat. Kehadiran mereka selalu ditunggu orang-orang saat itu. Mereka tidak hanya memiliki suara bagus, tetapi juga musik yang bagus,” terangnya, saat ditemui Senin (30/11/2015).

Begitu menuntaskan pendidikan dasar dan masuk bangku SMP, ketertarikan Anita pada dunia musik semakin menjadi dengan kemunculan Anggun C. Sasmi dan Trie Utami. Pada titik ini, perempuan asli Wonosari ini bertekad ingin memperdalam seni musik.

“Keluarga kebetulan tidak ada yang bisa nyanyi, pasti fals,” kata dia tertawa,” Tapi keluarga tahu saya serius, jadi saya diikutkan kursus nyanyi basik di Purna Budaya. Jadilah saya bolak-balik Wonosari-Jogja untuk belajar,” terangnya.

Dari pembelajaran ini, Anita tidak hanya belajar secara teknik tetapi juga kepercayaan diri yang kuat. Karena alasan inilah, dia memberanikan diri mengikuti berbagai festival musik. Hasilnya, dia kerap menjadi juara pertama dan mewakili Jogja ke berbagai kompetisi nasional.

Meski kerap menang, Anita merasa suaranya tak terlampau bagus. Adapun dia tak mempermasalahkan hal ini. Sebab dia menilai menyanyi tak hanya membutuhkan suara yang bagus.

“Ketika di panggung, saya tidak hanya menyanyi tetapi juga menggambarkan isi lagu itu kepada penonton. Misal, saat memperingati Kartini, saat pegang mike, saya berusaha menceritakan rasa yang saya rasakan dengan menyanyi sebagai wanita yang anggun dan penuh keibuan penuh kasih dan cinta,” terang perempuan berambut panjang ini.

Chemistry yang kuat antara penyanyi dengan musik disebutnya sebagai modal yang tak kalah penting dimiliki seniman. Chrisye, kata dia, merupakan salah satu gambaran seorang seniman yang mampu menggabungkan hal tersebut. Menurut Anita, suara Chrisye tidaklah semerdu penyanyi lain. Karakter suara yang unik tetapi kuat dan pembawaan saat menyanyi yang penuh penghayatan membuat Chrisye selalu diingat. Bahkan sampai penyanyi kebanggaan Indonesia tersebut telah berpulang.

Sedari

Sedari kecil, Anita mengaku menyukai musik pop.

Alasannya pun sederhana, karena musik ini lebih banyak diputar di berbagai media sehingga lebih populer. Namun dengan pertambahan usia dan pengenalan pada dunia musik, Anita mempelajari berbagai jenis musik.

“Semua musik akhirnya saya belajar, misal jazz sampai metal. Dari sini saya tahu penyanyi metal itu tidak sekadar berteriak saat menyanyi. Untuk menghasilkan suara seperti itu perlu teknik musik yang mumpuni. Ini bukan musik yang gampang,” kata dia.

Selama sekian tahun, arah perjalanan Anita lebih banyak mengarah pada jazz, termasuk aliran yang ada di dalamnya. Seperti swing atau fusion. Kekentalan musik jazz di kehidupan Anita semakin terasa saat dia bergabung dengan kelompok musik etnik Sinten Remen dan Kua Etnika.

“Di sini saya belajar keroncong dan musik gamelan. Ini luar biasa dan mendewasakan saya. Pak Djaduk [Ferianto] care pada musik etnik, pop dan jazz, beliau akhirnya menggabungkan semuanya lewat kelompok musik ini,” terangnya.

Khusus di Kua Etnika, dia menjadi penyanyi pengganti saat penyanyi utama yang juga seniman idolanya, Trie Utami berhalangan hadir. Perbedaan genre musik antara Sinten Remen dan Kua Etnika disebut Anita memperkaya kemampuannya.

Lewat dua kelompok musik ini, Anita menuturkan dia dapat bepergian ke berbagai negara untuk mempromosikan Indonesia. Misal saja ke Museum of Art di Sarasota, Negara Bagian Florida – Amerika Serikat dalam Ringling International Art Festival (RIAF) 2015 atau Museumuferfest 2015 Frankfurt am Main Jerman.

“Untuk yang di Jerman, panitia setahun lalu sudah pernah datang ke Indonesia. Panitia ini sebenarnya datang ke berbagai negara. Saat di Indonesia, mereka melihat penampilan kami dan akhirnya meminta kami untuk tampil disana pada 2015 ini,” papar dia.

Begitu tampil di panggung, respon yang diberikan penonton beragam. Namun mayoritas selalu berdecak kagum.

“Mereka bengong. Kagum dan tertarik, kok ada musik yang sebagus ini. Musik gamelan yang cuma dipukul itu kok menghasilan suara yang indah. Terus bisa masuk ke musik modern. Saya waktu itu sempat bawakan lagu I Will Always Love You, mereka bilang ini keren sekali,” jelas Anita.

Tiap 

Tiap Seniman Memberikan Pengaruh

Ditanya mengenai penyanyi yang memberikan inspirasi. Anita mengaku tak dapat menjawab. Bukan karena tak memiliki idola tetapi karena setiap orang dinilainya selalu memberikan pengaruh besar. Baik penyanyi anak-anak yang diketahuinya saat masih kecil hingga seniman senior.

“Saya suka Agnes Monica, Nikita [penyanyi rohani] Sherina dan lain-lain. Lalu penyanyi yang saya sebutkan tadi. Ditambah Titiek Puspa, Syaharani dll. Dari luar, saya suka Celine Dion. Bagi saya dia bukan hanya penyanyi tetapi juga entertain yang baik. Walau membuat kesalahan, dia bisa membelok-belokan sehingga penonton pun tetap enjoy,” jelas alumni Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta ini.

Selain itu, dia juga mengidolakan seniman serba bisa, Soimah. Bagi Anita, Soimah merupakan Duta Jawa. Bukan saja karena dia serba bisa tetapi karakternya yang kuat. Adapun karakter yang ditampilkan Soimah adalah karakter masyarakat Jogja sehari-hari tetapi dikemas lebih menghibur. Berkat Soimah pula semakin banyak orang mengenai budaya Jogja.

Sekian penyanyi yang disebutkan dia memberikannya satu pembelajaran yang sama. Bagaimana menjadi penyanyi yang dapat memberkati orang lain. Alasan inilah yang membuatnya juga tetap menyediakan waktu untuk menghasilkan aneka karya, termasuk musik rohani.

Pada 2003, bersama kelompok musik Loop, pada 2003 Anita Siswanto merilis album di bawah bendera Harvest. Adapun tahun ini dia juga berencana mengeluarkan album baru.

“15 Desember 2015 ini akan ada web atas nama saya Anita Siswanto. Launching ini sekalian untuk merilis album rohani saya terbaru. Ada 5-6 lagu. Silakan download bagi yang berminat. Ini gratis dan ingin saya bagikan untuk memberkati,” terang dia.

Musik di album ini lebih ke pop rock dan jazz. Kendati main di jazz, Anita menyampaikan lagu-lagu yang ada tidak diaransemen dengan berat, sehingga anak-anak pun dapat lebih mudah mencerna lagu ini. Adapun lagu-lagu yang dipilih merupakan lagu populer natal selama ini, seperti Jingle Bell atau White Christmas.

Tahun depan, kata dia, dia juga berencana meluncurkan album untuk umum. Seniman lokal seperti Jasmine Akustik membantu pengerjaan album ini. Sementara proses rekaman akan dilakukan secara langsung di studio milik Kua Etnika.



Bantu

Bantu Pengrajin Kecil Batik

Sebagai seniman yang bermain di musik etnik, Anita memiliki koleksi berbagai pakaian bernuasa tradisional, baik kebaya, batik maupun kostum lain.

“Saya suka batik. Dari empat tahun lalu mulai koleksi tapi dipakai sendiri. Baru setahun terakhir jualan serius. Kalau dulu sih, ada yang mau beli monggo, kalau enggak juga tidak apa,” terang dia.

Memanfaatkan media sosial, dia mempromosikan usaha ini. Sementara produk yang dijual diambilnya dari pengrajin kecil, UMKM lokal hingga penjahit kecil.

“Misi saya membantu, jadi saya tidak ingin mengambil barang dari yang sudah punya nama. Penjahit pun penjahit kecil. Waktu pertama saya kesana [penjahit], biayanya cuma Rp60.000-Rp70.000. Karena melihat penjahit ini bisa menghasilkan pakaian ini dan itu, akhirnya orang-orang datang, dia mulai ramai. Ini yang buat saya senang,” terang Anita.

Karena mayoritas penjahit kecil, mayoritas desain pakaian yang dihasilkan Anita lebih sederhana. Kendati demikian konsumen yang menginginkan desain lebih detil, dia memiliki modiste langganan. Tentu saja, kata dia, harga yang ditawarkan berbeda.

Harga yang ditawarkan untuk kain batik di lapaknya beragam, tetapi rata-rata dibawah Rp1 juta. Sengaja diciptakan murah karena Anita berusaha realistis menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. Memakai pakaian yang nyaman dengan mengutamakan penggunaan bahan katun prismi yang tidak terlalu menguras dompet.



“Walau terbilang terjangkau. Saya tidak mau pengrajin dihargai murah. Karena batik itu juga karya seni,” ungkap dia.

Selain menjual secara online, Anita juga sering mengikuti pameran. Menurut dia, cara ini efektif mendekatkan diri pada pasar.

Ke depan, dia berharap akan menambah karyawan. Terutama bagi mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan.

“Saya pernah makan cuma sekali sehari setelah lulus kuliah. Ngampet lapar karena enggak punya uang. Tahun depan, saya ingin membantu mereka yang benar-benar jobless. Misal enggak punya ijazah atau berkebutuhan khusus atau kasus lain. Saya ingin ikut membangun Indonesia. Walau dengan hal kecil seperti ini,” tutup dia.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya