SOLOPOS.COM - Lila Imeldasari (Mediani Dyah Natalia/JIBI/Harian Jogja)

Perempuan inspiratif berikut mengenai ekonomi kreatif di Jogja.

Harianjogja.com, JOGJA-Tanpa dilatari keilmuwan formal, Lila Imeldasari menjembatani generasi muda dan kekayaan busana tradisional Indonesia melalui Lemari Lila. Di tangan “dingin” ibu satu anak ini, ditambah lingkungan yang mendukung serta kekuatan media sosial (medsos), laki-laki dan perempuan kini tak canggung lagi mengenakan kain tradisional di berbagai kesempatan. Bahkan personel Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2 saat syuting di Jogja pun terpikat dengan garis desain kontemporer ini.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Daripada disebut desaigner atau pengamat fashion, Lila, begitu panggilan karibnya, lebih nyaman dikenal dengan fashion creator. Pasalnya, kata dia, dirinya tidak berlatarbelakang pendidikan fashion, dapat menjahit atau menggambar laiknya desaigner ternama.

“Saya ini justru lulusan Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta, beda sekali dengan bidang yang saat ini saya tekuni,” terang Lila kepada Harian Jogja, saat ditemui, Selasa (29/12/2015).

Begitu merampungkan pendidikan tingginya, Lila pun tak langsung memilih fashion sebagai jalan hidupnya. Pekerjaan sebagai karyawan sebuah bank, pekerja seni di bawah naungan produser Mira Lesmana hingga menjadi pegawai di sebuah Yayasan Kampung Halaman pun pernah ditekuni.

Dunia fashion secara tak langsung dikenalkan oleh keluarganya. Maklum, orangtuanya merupakan campuran dari berbagai suku yang memperkaya khasanah mengenai kain tradisional.

“Ibu saya suka pakai kain tradisional, begitu juga nenek. Saya sendiri merasa kain tradisional itu dapat memberikan identitas. Kebetulan saya suka utak-atik baju karena kalau beli baju enggak pernah bener. Ada yang dipotong-potong, lalu ditambah ini itu. Pernah juga beli dari awul-awul, lalu ditambah-tambah, kasih renda-renda dll,” terang perempuan berambut ikal ini.

Karya “coba-coba” ini akhirnya dikenakan Lila dalam keseharian. Adapun tanggapan teman-teman justru diluar dugaan. Mereka tidak hanya memuji, tetapi juga meminta dibuatkan produk sejenis.

Lambat laun, apreasiasi teman semakin bertambah. Pada 2010, Lila pun percaya diri untuk membuat produk lebih banyak, setidaknya lima sampai 10 pakaian, lalu dipromosikan lewat media sosial (medsos) facebook. Hasilnya? Pakaian itu laris manis terbeli.

Lila pun semakin tertantang menjajal aneka kain tradisional untuk diutak-atik. Sampai pada akhirnya, dia tertarik bereksperimen dengan memakai kain tradisional. Awalnya dia tertarik “membedah” ulos, tetapi karena ada banyak nilai yang terkandung dalam ulos, niat ini akhirnya terhenti.

Lila pun menjajal kain lain seperti kain tenun sumba. Saat proses eksperiman, Lila menyadari kain ini pun tak mudah “ditaklukan”. Pasalnya kain tenun tak dapat sembarangan dipotong karena dapat merusak ikatan benang-benang tersebut.

“Karena saya tinggal di Jogja, saya merasa kenapa tidak naikin saja potensi tekstil di Jogja?” tanyanya.

Keberuntungan mendekati Lila. Dia bertemu rekanan di Bantul yang mampu mengupayakan batik cap sebagai materi utama. Lila juga dipertemukan dengan generasi ketiga pengusaha lurik di Krapyak, Jogja yang memperluas ragam pakaiannya.

Secara bersamaan, dia belajar dari mertua untuk memotong kain dengan tepat. Keahlian ini membantunya mengenal karakter tekstil tiap daerah sehingga lebih luwes untuk disulap menjadi “baru” tanpa meninggalkan unsure tradisional.

“Saya juga mendapat penjahit yang sekeluarga penjahit. Dari simbah, budhe, ibu dan anak, semua penjahir. Mereka penjahit ekslusif saya. Kami sering bertukar pikiran untuk menghasilkan baju-baju yang dapat diterima pasar,” terangnya.

Kekuatan Medsos

Sebagai upaya mendekatkan istilah zaman dulu di telinga generasi muda, Lila sengaja menamai tiap desainnya dengan nama-nama yang sederhana tetapi mudah diingat. Misalnya kebaya mbok jum, celana ubet dll.

“Kebaya mbok jum. Inspirasinya dari ibu-ibu buruh gendong di Pasar Beringharjo yang setia menggunakan kebaya. Kebaya di Lemari Lila ini modelnya kutu baru, bahan yang saya pakai baru tetapi ada motof kayak zaman dulu. Nah, aslinya di bagian perut itu potongan rendah tetapi ditutup stagen. Nah saya tambahi aplikasi stagen di bagian perut,” terangnya.

Meski telah memiliki toko di Jalan D.I. Panjaitam No. 45, Mantrijeron Jogja, hingga ikut sejumlah pameran, Lila tetap mempertahankan konsumen dari medsos. Menurut dia, medsos lah yang “melambungkan” nama Lemari Lila. Selain itu, konsumen medsos biasanya merupakan pelanggan setia.

“Pelanggan facebook itu sangat setia. Mereka selalu menunggu-nunggu tiap minggu untuk koleksi baru. Biasanya sebelum saya upload, komentar dah panjang, mereka nanyaian kapan diupload lagi,” kata ibu dari Aksan Rana Bumi ini.

Akibat medsos pula, Lemari Lila sempat membuat heboh. Tepatnya saat pemain Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2 seperti Dian Sastrowardoyo, Adini Wirasti hingga Sissy Priscillia memakai koleksi Lemari Lila.

“Saya pernah kerja di dunia perfilaman. Dunia saya tidak jauh dari pemain. Apalagi mbak Mira Lesmana tahu saya ada di Jogja. Paling heboh ya saat syuting AADC, Dian dan teman-teman foto-foto pakai koleksi Lemari Lila dan bikin heboh,” terangnya.

Gethuk tular di medsos ini tidak hanya mengangkat nama Lemari Lila,tetapi juga nama Lila sendiri.

“Saat ikut bazar, ada yang minta foto sama saya. Rasanya seperti setengah artis,” jelas istri dari Abu Juniarenta ini.

Toko yang dibukanya pada Juni lalu memberikan efek lebih besar untuk Lemari Lila. Kaum adam yang semula ragu mencoba pakaiannya kini mantap mengenakan pakaian yang didesain Lila.



“Dulu yang makai celana ubet, kalau tidak aktor ya cowok yang memang memperhatikan unsur fashion. Setelah ada toko, orang biasa datang dan mencoba. Dari sini mereka tahu kalau celana ubet dapat dipakai siapa saja, termasuk orang biasa,” katanya.

Jejaring yang dirintisnya memberikan kesempatan bagi Lemari Lila lebih luas untuk berkembang. Per Desember ini, kata dia, Lemari Lila mendapat tempat untuk berjualan di Bandara Adisutjipto.

“Ada teman yang membawa temannya untuk membeli baju. Setelah memakai, dia merasa puas karena Lemari Lila dianggap dapat mengenalkan budaya Indonesia. Nah, Angkasa Pura (AP) memiliki unit bisnis untuk mengumpulkan usaha-usaha lokal untuk men-display barang di Bandara. AP berangan-angan menjadi tempat shopping terbesar di Asia Tenggara,” terangnya.

Karena masih awal, barang yang ditawarkan di Bandara hanya disediakan sedikit. Adapun koleksi tersebut nyaris habis terjual hanya dalam jangka waktu dua hari.

Resolusi 2016

Memilih medsos sebagai patner promosi diakui Lila memberikan keuntungan untuk mengenalkan labelnya di seluruh penjuru dunia. Kendati demikian, cara ini memiliki kelemahan berupa penjiplakan ide.

Dari dasar ini, Lila berencana “mengecangkan” produksi. Bukan dengan meminimalkan hasil produksi tetapi membuat koleksinya semakin eksklusif.

“Cita-cita tahun 2016 membuat motif batik sendiri. Rencana ada motif ibu bersanggul, ayam dan padi,” ujarnya.

Ibu bersanggul, kata dia, selama ini dikenal sebagai ciri perempuan kampung. Adapun perempuan bersanggul menggambarkan perempuan dewasa yang sangat kental budaya Indonesia. Lila berpendapat seharusnya orang Indonesia bangga dikenal dengan identitas tersebut.

Ayam disebutnya merupakan salah satu hewan yang juga menggambarkan “kekampungan”. Namun justru nuansa ini kini banyak dicari.

Permainan motif-motif ini diharapkan akan memperkaya koleksi sehingga pasar tak mudah jenuh.

Selain itu, Lila bercita-cita menembus pasar Bali. Menurut dia, pasar Bali termasuk berat untuk ditembus karena konsumen daerah tersebut sangat memahami produk.

Meski sudah banyak dikenal orang, kata dia, Lemari Lila berniat membuka website. Situs ini diharapkan mewadahi kebutuhan informasi untuk konsumen.

“Kebaya mbok jum, insipirasinya dari mbok-mbok gendong di Pasar Beringharjo. Saya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Belum tahu bentuknya dalam hal apa, tetapi saya ingin melakukan sesuatu yang membantu mereka,” tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya