SOLOPOS.COM - Penggalan adegan turunnya Putri Bulan dalam cerita rakyat Tiongkok saat perayaan Tiong Ciu di Kelenteng Poncowinatan, Jogja, Senin (8/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Gilang Jiwana)

Harianjogja.com, JOGJA-Festival  Tiong Ciu digelar Jogja Chinese Art and Culture Festival (JCACC) di Kelenteng Poncowinatan pada Senin (8/9/2014). Seperti apa pelaksanaan festival yang digelar tiap musim gugur di Tiongkok itu?

Panglima Ho Yiyang yang tampan dan menyukai wanita cantik terkesima ketika melihat Dewi Bulan, Chang E turun dari langit. Ia sontak merasa jatuh cinta dan nekad mengejar dan meraih perhatian sang Dewi. Perilakunya sudah kelewatan karena berani mengusik sang Dewi. Karena itulah Ho Yiyang mendapatkan kutukan atas perbuatannya dan menjadi siluman babi bernama Cu Pat Khay dan harus mengikuti pengembaraan ke barat untuk mencari kitab suci sebagai penebusan dosanya.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Penggalan legenda itu menjadi salah satu penampilan dalam puncak perayaan festival Bulan atau Tiong Ciu yang digelar di Kelenteng Tjen Ling Kiong Poncowinatan Senin (8/9/2014) lalu. Ratusan warga memadati areal kelenteng itu untuk ikut merayakan festival yang digelar pada tanggal 15 bulan ke-8 kalender Imlek ini.

Ketua Panitia Festival Tiong Ciu 2014 Ellyn Subianti mengatakan, pada mulanya festival yang juga digelar di Tiongkok ini digelar untnuk merayakan masa panen terakhir di musim gugur. Pada tanggal ini, bulan juga berada pada posisi terdekat dengan bumi sehingga tampak besar dan terang.

Bulan menurut Ellyn juga memiliki simbol dan makna tersendiri. Bentuknya yang bulat sempurna pada perayaan Tiong Ciu merupakan perlambang keutuhan keluarga dan masyarakat sehingga biasanya pada tanggal ini warga Tionghoa akan mudik untuk berkumpul bersama keluarga dan merayakannya bersama-sama.

Seperti pada dua festival besar Tionghoa lainnya, Imlek dan Peh Cun, festival kue bulan juga memiliki panganan khas yang menjadi ciri khas pada perayaan ini, yaitu kue bulan. Kue yang disebut tiong ciu pia juga dihidangkan dalam berbagai ukuran. Kue berbentuk bundar pipih dengan isian kacang hijau ini biasanya didoakan terlebih dahulu di altar sebelum dimakan bersama-sama dengan keluarga.

“Maknanya sama dengan bulan yang bundar, sebagai bentuk keutuhan keluarga. Masyarakat tionghoa sangat menghargai kebersamaan dan keutuhan sehingga perayaan ini menjadi momen berkumpul yang dinanti,” ujar dia.

Selain “mendatangkan” Putri Bulan, festival setahun sekali yang digelar Jogja Chinese Art and Culture Festival (JCACC) ini juga menghadirkan kembali liong dupa yang menjadi ciri khas festival Tiong Ciu d Jogja. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Liong dupa yang sekujur bagian tubuhnya dipenuhi dupa yang membara ini diarak mengelilingi sekitar kelenteng Poncowinatan setelah sebelumnya warga menancapkan dupa mereka di tubuh liong.

Selanjutnya liong dupa itu dimainkan komunitas Hoo Hap Hwee sebelum akhirnya dibakar sebagai penutup aksi liong dupa. Bau dupa pun malam itu merebak di sekitar Kelenteng hingga ke Jalan Diponegoro di depan Pasar Kranggan. Sebagai penutup acara, atraksi Liong Tonggak yang dimainkan oleh grup barongsai Singa Mas dari TITD Liong Hok Bio Magelang menjadi  aksi pamungkas festival musim gugur ala Jogja ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya