SOLOPOS.COM - Siswa siswi SDN Margoagung, Sayegan saat mementaskan dolanan anak dalam Festival Dolanan Anak Sleman di Sindu Kusuma Edu Park, Sinduadi, Mlati, Senin (23/5/2016). (Abdul Hamied Razak/JIBI/Harian Jogja)

Permainan anak kian tersisih tergerus perkembangan jaman

Harianjogja.com, SLEMAN- Ratusan anak berkumpul di Sindu Kusuma Edu Park, Sinduadi, Mlati, Senin (23/5/2016). Mereka mendemonstrasikan permainan anak-anak tradisional dengan semangat.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Siang itu hujan tak jadi turun. Sekitar seratus anak secara berkelompok, memakai pakaian tradisional berkumpul di bawah tenda. Wajah-wajah mereka tampak ceria.

Sesekali di antara mereka saling bercanda satu sama lainnya. Beberapa anak, putra dan putri, juga terlihat mempersiapkan diri. Mereka berlatih memainkan dolanan anak dalam Festival Dolanan Anak Sleman.

Rizal misalnya, siswa SDN Margoagung, Sayegan asyik berbagi peran dengan teman-temannya. Dia mewakili Kecamatan Seyegan dalam festival tersebut.

Dengan percaya diri, Rizal mengomando teman-temannya bermain jejamuran dan berbagai dolanan anak lainnya. Di atas panggung, Rizal dan teman-temannya tak canggung berdialog dan bermain bersama diiringi musik gamelan.

“Saya suka bermain dolanan anak seperti ini. Biasanya sama teman-teman main gobak sodor,” sergah Rizal usai pentas.

Sayangnya, ucap dia, seringkali teman-teman sebayanya enggan bermain mainan tradisional karena disibukkan dengan permainan modern. Playstation (PS), games di gadget dan lainnya, kerap menyita waktu anak-anak untuk bermain di halaman atau lapangan. “Ya sering tidak mau kalau teman-teman diajak. Mereka lebih suka main Ponsel,” ujarnya.

Margoyudan sendiri merupakan salah satu desa yang jauh dari keramaian kota. Lokasinya berada di sisi Barat pusat kota Sleman. Hampir sama di desa-desa lainnya, keberadaan dolanan anak kini semakin terkikis dengan suburnya aneka permainan (games) di dalam gandget, ponsel maupun perangkat game lainnya.

Perlu waktu untuk membangkitkan dolanan anak di Sleman agar kembali dimainkan oleh Rizal dan teman-teman sebayanya.

Deny Sugiyarti, Guru Kesenian SDN Margoagung yang melatih dan mendampingi anak didiknya saat itu mengakui, anak-anak awalnya kesulitan mempraktikkan dan memerankan dolanan anak.

Selain dikemas dalam bentuk tarian, sebagian sudah tidak mengenal bentuk permainan anak-anak tradisional. Hal itu, kata perempuan berjilbab itu, karena saat ini keberadaan dolanan anak sudah mulai terkikis.

“Kami butuh waktu satu setengah bulan untuk mempersiapkan diri,” jelasnya sambil tersenyum.

Dalam festival tersebut, anak-anak SDN Margoagung membawakan tarian bertema nguri-nguri budaya agawe rukun. Di dalamnya menceritakan anak-anak yang rukun dan bercengkrama dengan rekan-rekan sebaya.

Meski dalam bentuk festival, mereka berharap agar kelestarian dolanan anak dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengandung kreatifitas dan kekompakan, dolanan anak acap kali membangun jiwa kegotong-royongan.

Berangkat dari fakta itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sleman A.A Ayu Laksmidewi, festival itu diadakan. Bagaimana mengembalikan budaya bermain tradisional anak-anak yang sudah mulai hilang. Baginya, memasyarakatkan kembali dolanan anak sangat penting.

Betapa tidak, akibat serbuan permainan modern dalam gadget, anak-anak tumbuh menjadi sosok-sosok yang egois dan individualis. “Permainan modern tidak memiliki semangat Secara individu dengan berbagai permaian yang ada,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya