SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Pemerintah Kota mengaku kuwalahan menertibkan warga yang tinggal di wedi kengser. Penertiban dilakukan karena wedi kengser atau wilayah lahan di badan sungai tidak diperkenankan dipakai untuk permukiman.

Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Jogja, Toto Suroto menyampaikan, sesuai aturannya, badan sungai tidak untuk permukiman penduduk. “Wedi kengser kan ada di badan sungai, ada aturan untuk melarang masyarakat tinggal di wilayah itu,” kata Toto saat dihubungi Harian Jogja, Senin (21/5).

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Disampaikan Toto, dari pengalaman penertiban saat perbaikan bantaran sungai, Kimpraswil seringkali kewalahan memberi pengertian kepada warga yang tinggal di area wedi kengser. Pasalnya, masyarakat yang tinggal di wilayah itu adalah mereka yang telah lama tinggal secara turun temurun. Selain itu mereka juga tidak mempedulikan keselamatan saat volume air sungai tinggi.

Toto menegaskan, Kimpraswil hanya memiliki kewenangan untuk menertibkan selama proses perbaikan prasarana bantaran sungai. Diakuinya, mayoritas warga permukiman wedi kengser mengetahui bahaya aliran sungai. “Mereka tampaknya enjoy, dipindah tidak mau karena sudah tinggal secara turun-temurun. Tingkat kesadarannya masih kurang,” lanjutnya.

Terkait permukiman di bantaran sungai, Toto mengatakan, pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.63/1993 Tentang Garis Sempadan dan Sungai di Pasal 12 memuat pelarangan pendirian bangunan permanen atau hunian dan tempat usaha. Selain itu di kawasan yang sama juga tidak diperkenankan membuang sampah dan limbah padat maupun cair. “Aturannya jelas, kalau tidak salah minimal lima meter dari tanggul atau menyesuaikan prediksi debit air sungai,” jelas Toto.

Mengenai status tanah di wedi kengser, pihaknya tidak berkewenangan menetapkan. Apalagi diketahui tanah-tanah wedi kengser tidak bersertifikat perorangan karena statusnya milik pemerintah kewilayahan. Toto menyatakan, selama ini tidak mudah mengajak warga beranjak dari permukiman di wedi kengser. “Sudah ada larangan karena berisiko, tetapi memang sulit direlokasi,” katanya.

Terpisah Kepala Sub Seksi Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hari Bowo saat ditemui Harian Jogja, kemarin menjelaskan pengaturan hak milik tanah di bantaran sungai sudah ketentuannya. Salah satu ketentuan yang berlaku ialah mendasarkan pada aturan pengaturan sungai. “Kalau persoalan hak milik bantaran itu sebenarnya Kimpraswil yang lebih punya kewenangan, karena di sana mengatur boleh tidaknya warga menempati bantaran sungai, Kimpraswil juga paham bagaimana ukuran dan ketentuan jarak dari sungai yang bisa dihuni oleh warga,” kata Hari.

BPN, kata Hari hanya memiliki kewenangan dalam mengurus hak milik tanah atau sertifikat saja. “Yang punya aturan bukan kami, tapi kami hanya menangani persoalan sertifikatnya saja, jika ditanya di sana boleh apa enggak ya tanya Kimpraswil dulu,” imbuhnya.

Pada berita Harian Jogja kemarin disebutkan warga bantaran sungai sulit mendapatkan hak milik tanah. Selain itu mereka juga terkendala dalam memperoleh pelayanan dalam kehidupan masyarakat. Pembatasan tersebut di antaranya meliputi persoalan pelayanan KTP dan akses fasilitas berbagai jaminan dari pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya