Jogja
Sabtu, 8 Oktober 2022 - 17:52 WIB

Pernikahan Anak di DIY Marak, Mayoritas karena Hamil di Luar Nikah

Cry22  /  Arief Junianto  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan anak (scannewsnigeria.com)

Solopos.com, JOGJA — Kasus pernikahan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergolong cukup tinggi, dengan daerah penyumbang terbanyak adalah Kabupaten Gunungkidul dan Sleman. Mayoritas pernikahan dini di Yogyakarta disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan di luar nikah.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati, mengatakan perkawinan anak mayoritas terjadi karena kehamilan di luar nikah. Data tahun lalu, pernikahan anak di DIY terbanyak terjadi di Gunungkidul dengan 153 kasus dan Sleman dengan 147 kasus.

Advertisement

“Setelah kami dalami dalam kasus per kasus sebagian besar bermula dari komunikasi melalui sosial media. Meskipun terjadi penurunan dispensasi, tetapi harus menjadi perhatian kita semua karena penurunannya juga sedikit. Sosialisasi, edukasi masif terhadap pendewasaan usia perkawinan dan pencegahan perkawinan anak kami usahakan,” kata Erlina dalam seminar bertajuk Gerakan Keluarga Pembaharuan: Tingkat Kualitas Keluarga Indonesia, Kamis (6/10/2022).

Selain menyumbang angka pernikahan dini, kehamilan di luar nikah juga memberikan dampak pada dunia pendidikan. Akibat kehamilan di luar nikah itu jumlah pelajar SMA yang putus sekolah di DIY mengalami peningkatan.

“Angka putus sekolah selalu ada, selain karena kehamilan tidak diinginkan, dengan gencarnya sosmed, karena ketertarikan siswa untuk bekerja menjadi pekerja anak, saling mempengaruhi karena dengan bekerja mereka dapat membeli ponsel untuk mengikuti gaya,” kata Erlina.

Advertisement

Baca juga: Banyak KDRT di Boyolali, Larangan Nikah Dini Jadi Salah Satu Solusi

Regional Director Ashoka South East Asia, Nani Zulminarni, menyampaikan gerakan Changemaker Ashoka mengajak seseorang yang menyadari dan memahami realitas baru. “Lalu melakukan aksi, dan berkolaborasi dengan yang lain untuk membawa perubahan bagi kebaikan semua,” kata Nina.

Untuk menjadi changemaker, menurut Nina, seseorang perlu memiliki empati, dapat bekerja sama dengan tim secara kolaboratif, memiliki kepemimpinan baru, dan melakukan change making.

Advertisement

Nani menyampaikan keluarga sangat dipengaruhi oleh patriarki dan toxic masculinity. Keluarga dijadikan arena pertarungan ideologi dan perubahan yang ditentukan oleh berbagai macam pemikiran. “Keluarga locus yang sangat penting, tetapi kurang dijangkau gerakan perempuan,” ujar Nina.

Artikel ini sudah tayang di Harianjogja.com dengan judul Pernikahan Anak Masih Marak di DIY, Gunungkidul dan Sleman Kasus Tertinggi

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif