SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (magforwomen.com)

Pernikahan dini saat ini seolah semakin dipermudah sehingga perlu upaya bersama untuk mencegahnya

Harianjogja.com, JOGJA- Selama tahun ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rifka Annisa menemukan kasus kekerasan dalam pacaran sebanyak 21 kasus, perkosaan 34 kasus, pelecehan seksual 15 kasus dan kekerasan terhadap istri 154 kasus.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Konselor Rifka Annisa Divisi Pendampingan Budi Wulandari mengatakan dorongan pernikahan dini biasanya tidak hanya dari para orangtua, namun juga lingkungan bahkan institusi pemerintah pun ikut memuluskan pernikahan dini dengan adanya dispensasi nikah.

Konselor Rifka Annisa lainnya Ani Rufaida menambahkan, saat ini pihaknya akan terus menggencarkan sosialisasi untuk menekan terjadinya pernikahan dini. Upaya yang dilakukan dengan mengandeng para kepala desa dan Kantor Urusan Agama (KUA).

Ani mengklaim upaya itu sudah berhasil diterapkan di Kecamatan Gedangsari Gunungkidul dengan dideklarasikannya wilayah bebas pernikahan dini.

“Meskipun hamil diluar nikah nanti para pihak terkait dari dukuh, kepala desa hingga KUA akan memberi pengertian agar menunda pernikahan hingga usianya cukup,” papar dia, di sela-sela sosialisasi penggunaan Internet Sehat, Cegah Kejahatan Seksual Pada Remaja di SD Serangan, Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan, Jogja, Selasa (23/12/2014).

Rifka Annisa juga mendorong para orangtua untuk merawat anaknya yang “kecelakaan” karena hamil diluar nikah sampai melahirkan meski status kelahiran tunggal (tanpa ayah), dan masyarakat pun harus memahaminya. Pemda DIY saat ini pun sudah merekomendasikan agar siswa hamil bisa tetap melanjutkan di sekolahnya.

Sementara itu, Ketua Kampung Ramah Anak (KRA) Kampung Serangan Soraya mengungkapkan, berdirinya kampung ramah anak tak lepas dari banyaknya kasus kekerasan yang menimpa anak.

Program yang dijalankan KRA sosialisasi pencegahan kekerasan anak dengan menggandeng pemerintah dan sejumlah LSM peduli perempuan dan anak. Sasaran sosialisasi mulai dari anak usia 8-11 tahun, usia 11-18 tahun, serta para orangtua.

“Anak-anak diajak berdiskusi untuk mengenali bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain,” ucap Soraya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya