SOLOPOS.COM - Aktivitas kendaraan bermotor di depan Pertashop di Kalurahan Candirejo, Semin yang tutup sejak beberapa waktu lalu. Foto diambil Senin (2/1/2023). - Harian Jogja - David Kurniawan.

Solopos.com, GUNUNGKIDUL — Tempat usaha penjualan bahan bakar minyak (BBM) Pertashop di Kabupaten Gunungkidul mulai bertumbangan. Tutupnya Pertashop ini diduga karena harga BBM yang terus mengalami kenaikan.

Salah satu Pertashop yang telah tutup ada di Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul. Tempan penjualan BBM yang berada di wilayah perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Tengah itu telah tutup lebih dari sebulan.

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Ketua Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPMI) DIY, Satya Prapanca, mengakui saat ini Pertashop mulai bertumbangan dengan tidak lagi beroperasi. Dia mencontohkan di Gunungkidul ada tiga titik Pertashop yang tutup, seperti di Semanu,Nglipar, dan Karangmojo.

“Tutupnya Pertashop tidak hanya di Gunungkidul, tetapi juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia,” kata dia.

Setya menuturkan alasan penutupan tidak lepas dari kenaikan harga Pertamax yang saat mencapai Rp13.500 per liter. Harga ini berpengaruh pada keberlanjutan usaha Pertashop karena pemilik kendaraan bermoto lebih memilih membeli Pertalite yang harganya Rp10.000 per liter.

“Kami akan terus data mana saja Pertashop yang tutup,” kata dia.

Usaha Pertashop, lanjut Setya, sempat berkembang pesat pada saat harga Pertamax Rp9.000 per liter. Namun, setelah Pertamax mengalami kenaikan mulai April 2022, usaha ini mulai menurun hingga akhirnya ada yang memilih tutup.

“Sewaktu Rp9.000 sehari bisa menjual 600 liter. Tapi sekarang bisa menjual 100 liter per hari sudah bagus,” kata dia.

Dengan sepinya minat masyarakat membeli Pertamax di Pertashop tentu sangat berpengaruh pada usaha ini. Pendapatan Pertashop saat ini tidak mencukupi biaya operasional, mulai dari gaji karyawan, membayar listrik, hingga pemeliharaan peralatan.

Selain itu, pemilik Pertashop juga harus membayar angsuran di bank. Hal ini karena banyak pemilik Pertashop yang menjalankan usaha ini dengan meminjam modal ke perbankan.

“Satu Pertashop standar bisa menghabiskan biaya Rp500 juta. Modal ini diperoleh dengan meminjam bank dengan kwajiban angsuran rata-rata Rp8 juta per bulan. Kalau kondisinya seperti ini terus, maka usaha Pertashop akan banyak yang tutup,” jelasnya.

Dia berharap ada solusi dari permasalahan ini agar usaha Pertashop bisa terus berjalan. Salah satu solusi yang diharapkan yakni Pertashop bisa menjual BBM subsidi jenis Pertalite.

Setya meyakini dengan diperbolehkan menjual Pertalite, maka usaha Pertashop bisa terus beroperasi. Hal ini karena, selain harganya yang murah, juga merupakan BBM yang paling banyak dicari masyarakat.

“Kalau tidak, harapannya selisih harga antara Pertalite dan Pertamax bisa diturunkan. Paling banyak selisihnya Rp1.500 per liter, maka usaha Pertashop masih bisa jalan. Kalau seperti sekarang jelas tidak bisa karena selisihnya terlalu tinggi,” kata dia.

Kepala Dinas Perdagangan Gunungkidul, Kelik Yuniantoro, membenarkan ada keluhan dari pengusaha Pertashop berkaitan dengan keberlangsungan usaha mereka. Meski demikian, pemkab tidak bisa berbuat banyak karena penentuan harga BBM menjadi kebijakan pemerintah pusat.

“Kami hanya melakuakan pengawasan dengan cara tera ulang berkaitan dengan takaran dalam penjualan,” kata dia.

Kelik menuturkan saat ini ada 56 Pertashop yang tersebar di Gunungkidul.

“Dari laporan asosiasi pengusaha, sekarang sudah ada yang tutup karena terdampak kenaikan harga jual Pertamax,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya