Jogja
Senin, 6 Maret 2017 - 17:55 WIB

PERTANIAN BANTUL : Dilema Lahan, Pembangunan atau Lahan Berkelanjutan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panen padi di Bantul. (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Pertanian Bantul menghadapi alih fungsi lahan

 

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL-Pemerintah Kabupaten Bantul (Pemkab Bantul) komitmen akan tetap mempertahankan lahan berkelanjutan.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kabupaten Bantul Pulung Haryadi pada Senin (13/2/2017) lalu mengemukakan komitmen tersebut muncul karena berkurangnya lahan pertanian adalah hal yang nyata terlihat di Bantul, akibat masifnya pembangunan di Bantul.

Advertisement

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kabupaten Bantul Pulung Haryadi pada Senin (13/2/2017) lalu mengemukakan komitmen tersebut muncul karena berkurangnya lahan pertanian adalah hal yang nyata terlihat di Bantul, akibat masifnya pembangunan di Bantul.

Saat ini total luas lahan pertanian di Bantul tinggal sekitar 13.000 Hektare (Ha). Kendati penurunan luas lahan pertanian belum berpengaruh signifikan terhadap hasil pertanian, ia dengan tegas mengungkapkan, sebagai anggota tim ad hoc BKPRD Bantul, DPPKP menginginkan moratorium perumahan terus berjalan.

Penyelamatan lahan berkelanjutan bukan hanya lewat moratorium, melainkan juga lewat revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang saat ini akan dibahas bersama DPRD Kabupaten Bantul.

Advertisement

Ketika ditanya kenapa DPPKP ingin mempertahankan lahan berkelanjutan, Pulung menyebutkan beberapa alasan. Pertama, DPPKP ingin mempertahankan lahan pertanian untuk menjamin ketersediaan pangan di Bantul, lewat hasil tani.

Kedua, keseimbangan lingkungan, mengingat pepohonan, lahan hijau merupakan sumber oksigen yang penting bagi kehidupan.

“Ketiga, alasan kesuburan atau memelihara bumi. Kalau semuanya dibangun bangunan, maka tidak ada lagi rongga untuk bumi bernapas,” ujar dia.

Advertisement

Ia menyayangkan, dalam mempertahankan lahan pertanian, DPPKP menemui sejumlah kendala, salah satunya fragmentasi lahan milik masyarakat.

Maksudnya, tidak jarang sebuah lahan pertanian adalah “harta” satu-satunya yang dimiliki oleh seseorang, yang berasal dari fragmentasi lahan warisan orang tua mereka. Mereka tentunya juga ingin memanfaatkannya atau membutuhkan lahan itu untuk rumah atau keperluan lain.

“Itu kami kadang menemui dilema di sana, di satu sisi mereka sangat membutuhkan lahan itu, di sisi lain itu juga yang membuat lahan pertanian semakin berkurang,” ungkapnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif