SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemupukan tanaman padi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Pertanian Bantul, utamanya petani saat ini kesulitan mengakses pupuk tablet.

Harianjogja.com, BANTUL– Belasan orang petani dan perwakilan pencetak pupuk tablet, Kamis (26/2/2015) siang mengadukan permasalahan mereka ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ketua Kelompok Tani Dusun Dudugan, Desa Srigading, Sanden, Bantul mengungkapkan sejak akhir 2014 lalu hingga saat ini, petani
kesulitan mendapatkan pupuk urea atau pupuk campuran bersubsidi dalam bentuk tablet.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Persoalan ini terjadi lantaran polisi membekukan kegiatan tujuh produsen pencetak pupuk tablet di wilayah ini. Adapun pencetak pupuk yang juga mitra petani itu selama ini mencetak pupuk urea tabur bersubsidi menjadi tablet. Sebagian petani memilih pupuk tablet ketimbang tabur. Mereka mulanya membeli pupuk bersubsidi dalam bentuk tabur dan diolah menjadi tablet.

“Dulu yang membekukan [percetakan pupuk tablet] dari Polda DIY, enggak tahu sebabnya. Dengar-dengar Kementerian Pertanian melarang pupuk tablet harus pakai yang tabur,” ujar Sukiman.

Padahal ia mengklaim, penggunaan pupuk tablet lebih menguntungkan dibanding tabur karena menghemat penggunaan pupuk hingga 30%. Sebab, pupuk tabur mudah menguap bila terkena panas atau tergerus oleh banjir dan tanggul lahan yang berlubang. Sementara pupuk tablet tidak demikian halnya.

“Kalau pupuk tablet untuk 1.000 meter persegi lahan, pakai hanya sekitar 20 kilogram, kalau tabur sampe setengah kwintal lebih,” jelasnya.

Selain itu, penggunaan pupuk tablet lebih menghemat tenaga hanya satu kali tabur, sedangkan pupuk tabur memerlukan dua sampai tiga kali pemupukan.

“Apalagi di Bantul ini 80% merupakan lahan basah bukan kering lebih cocok pakai pupuk tablet,” imbuhnya.

Pupuk Tablet Terganjal Izin
Ketua DPRD Bantul Hanung Raharjo berjanji bakal membicarakan persoalan ini dengan Dinas Pertanian.

“Kalau aturan pusat tidak boleh pakai tablet kita harus ikuti. Tapi kami akan sampaikan untuk kondisi di Bantul. Petani lebih suka pakai pupuk tablet,” jelas Hanung.

Ihwal adanya pembekuan percetakan pupuk tablet oleh Polda DIY, Hanung menduga karena terkait hak cipta.

“Mungkin karena hak cipta. Pupuk itu kan dari produsen resmi seperti Pusri [Pupuk Sriwijaya] bentuknya tabur, lalu kemudian sampai di petani diubah jadi tablet oleh pencetak pupuk kan enggak bisa begitu,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya