KULONPROGO—Untuk mengantisipasi merebaknya hama ulat penggerek batang (Scahunobius bipunctifer), para petani di Galur membuat alat sederhana yang terbuat dari bambu.
Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia
Ditemui Harian Jogja, dalam kegiatan penutupan Sekolah Lapangan Pengendali Hama Tanaman (SLPHT) Padi, Selasa (22/5) pagi, para anggota kelompok tani Sidoluhur II, Tirtorahayu, Galur, memamerkan alat sederhana yang terbuat dari bambu sepanjang sekitar 1,5 meter.
Pada bagian atas alat tersebut dibuat sebuah lubang dan ditutup menggunakan papan kayu. Sementara di sisi bambu tersebut dibuat sebuah lubang seukuran jari telunjuk orang dewasa dan dilumuri oli.
Menurut Yayun, petugas penyuluh lapangan dari BP3K Galur, setelah menanam benih di persemaian, para petani harus rutin melakukan pemantauan.
“Kalau ditemukan telur-telur larva, segera dimasukkan ke dalam tabung bambu tersebut. Karena masih berbentuk telur larva, tentu
belum diketahui apakah itu adalah telur ulat penggerek atau predator alami. Alat sederhana itu dipancangkan di area pertanian,” ujarnya.
Di dalam tabung, nantinya telur-telur tersebut akan mengalami proses perubahan bentuk. Ada yang menjadi serangga predator alami seperti capung, ada yang menjadi ulat penggerek.
Untuk serangga predator alami, karena memiliki sayap, ia akan terbang melewati lubang yang dilumuri oli. Sementara ulat penggerek tidak bisa keluar karena lubang tersebut sudah dilapisi oli.
“Kalau tidak dimasukkan ke dalam tabung, dikhawatirkan telur yang menempel di persemaian akan berkembang biak ketika benih tersebut sudah tumbuh menjadi tanaman padi. Akibatnya, ulat-ulat tersebut bisa mengganggu perkembangan tanaman yang berujung pada menurunnya produktivitas pertanian,” ujar Yayun.(ali)