SOLOPOS.COM - Anak-anak menyeberang Selokan Mataram melalui jembatan kecil di Tlogoadi, Mlati, Sleman, DI. Yogyakarta, Jumat (09/01/2014). Kanal sepanjang 31,2 km yang dibuat pada masa pendudukan Jepang itu memiliki fungsi utama sebagai sarana irigasi pertanian, namun di kawasan padat penduduk dan pusat pertumbuhan ekonomi aliran kanal terhambat dan kotor oleh sampah yang dibuang warga. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

DPUP KP Sleman akan membangun jaringan pipa di kawasan tersebut

Harianjogja.com, SLEMAN– Untuk mengatasi permasalahan air di area pertanian akibat perbaikan jaringan irigasi, DPUP KP akan membangun jaringan pipa di kawasan tersebut.

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Kepala Bidang SDA DPUP-KP Sleman Warsono mengatakan, jaringan pipa tersebut akan dibangun sementara untuk mensuplai kebutuhan air lahan pertanian di wilayah Ambarketawang, Gamping.

“Sudah kami lakukan pengukuran pekan ini. Pipa-pipa itu akan dipasang mulai pekan depan,” jelasnya kepada Harianjogja.com, Jumat (22/9/2017).

Dia menjelaskan, jaringan pipa tersebut dibangun melewati jalur drainase yang diperbaiki. Pembangunan jaringan pipa tersebut digunakan selama masa perbaikan drainase. Jika pembangunan drainase selesai, maka pipa-pipa persebut akan ditarik kembali.

“Jadi sifatnya pinjaman. Karena pengerjaan drainase tersebut akan selesai pada November mendatang,” jelas Warsono.

Pihaknya hanya akan membangun jaringan pipa di wilayah pertanian area Ambarketawang. Untuk wilayah lainnya, lanjut dia, tidak dibangun jaringan pipa lantaran tidak ada air pada daerah hulu.

Adapun untuk area pertanian Godean, kewenangannya berada di Provinsi. Sebab air untuk area pertanian tersebut diambil dari Selokan Van Der Wicjk yang dikelola oleh provinsi. “Ada pengendapan di selokan tersebut akibat pembangunan perumahan,” ujarnya.

Rugi Besar
Petani di kawasan Dusun Mejing dan Bodek Amarketawang harus merana. Pasalnya berhektar-hektare lahan pertanian seperti di Bulak Bayem, Bulak Bantengan dan Bulak Ngebak Dusun Mejing sejak Agustus lalu kering kerontang. Hal itu dikarenakan saluran irigasi di wilayah tersebut diperbaiki.

“Kami harus menunggu 150 hari perbaikan selesai. Baru ada air. Itu lama sekali,” gerutu Widadi, petani yang tergabung dalam Kelompok Petani Tani Makmur Mejing saat disambangi Harianjogja.com, Kamis (21/9/2017).

Tak ingin menanggung kerugian, sebagian besar petani memilih untuk membiarkan lahan pertaniannya menganggur. Menurut Widadi, jika kondisi normal para petani saat ini bisa panen padi IR64 selama dua kali.

“Jelas kami merugi. Harusnya bisa panen dua kali, musim tanam ini justru nganggur,” keluhnya.

Widadi mengaku musim tanam ini rugi Rp20 juta. Sebab lima patok yang dikelolanya, saat ini tidak ditanami apapun. Untuk menanam tanaman palawija, katanya, perwatannya juga lebih banyak. “Harus buat sumur, setidaknya Rp1,5 juta karena biaya buat sumur permeter Rp100.000,” katanya.

Kerugian yang dialami petani, kata Supandi, petani lainnya cukup besar. Untuk lahan 1.500 meter persegi (satu patok) laba kotor setidaknya petani mengeluarkan biaya Rp4 juta.

Itu belum termasuk biaya produksi sekitar Rp1 juta. “Itu baru satu patok. Padahal di sini jumlah lahan pertaniannya sangat luas. Ada 11 patok,” katanya.

Para petani berharap, perbaikan saluran irigasi tersebut dapat segera dirampungkan. Selain perlu menambah tukang, kedisiplinan pekerja proyek juga diminta ditingkatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya